Last Updated:
Kebijaksanaan Pemerintah dalam Industri Furniture
PustakaDunia.com

Kebijaksanaan Pemerintah dalam Industri Furniture

Anonymous
Anonymous Home Industri

 

Kebijaksanaan Pemerintah dalam Industri Furniture - Pemerintah terus berusaha mendorong ekspor dengan memberikan rangsangan-rangsangan  termasuk membebaskan impor mesin dan peralatan  bila peralatan tersebut digunakan untuk  memproduksi satu komoditi  yang sebagian besar (di atas 65 % ) untuk pasaran ekspor. Selain itu Pemerintah juga berusaha untuk meniadakan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan ekspor. Hal ini tentunya berkaitan dengan adanya  sasaran Pemerintah  untuk meningkatkan pendapatan divisa negara. Namun yang menjadi permasalah  bagi perkembangan industri furniture di dalam negeri adalah mulai terbatasnya pasok bahan baku di dalam negeri. Sehingga hal ini sangat mempengaruhi harga furniture di pasar lokal maupun ekspor. 

Berdasarkan buku tarif bea masuk Indonesia yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Bea & Cukai  Nomor 60/KMK.01/2002 tanggal 26 Februaru 2002 s/d Nomor 100/KMK.01/2002 Tanggal 14 Maret 2002, tantang Perubahan Klasifikasi Dan Penetapan Tarif Bea Masuk, di dalamnya tercamtum bahwa Bea Masuk  (BM) untuk barang-barang hasil pabrik yang masuk dalam Charter No. 94 ( perabot rumah tangga kasur tempat tidur, kasur, tapik kasur, bantal dan perlengkapannya, lampu dan perlengkapan penerangan, tidak dirinci atau termasuk dalam pos manapun, isyarat iluminasi, papan nama iluminasi dan semacan itu, bangunan prefabrikasi ) adalah sebesar  15 % sampai 20 %.  Sementara Bea Masuk Tambahannya  (PPN VAT) sebesar 10 % dan Sales Tax on Luxury good (PPn. MB) sebesar 40 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut.  

Bea Masuk (BM) dan Bea Masuk Tambahan (BMT), 2002

HS

Uraian Barang

Bea Masuk

(%)

PPn

(%)

PPn.BM

(%)

94.01

Tempat duduk (selain barang dari pos No. 94.02), dapat

atau tidak dapat menjadi tempat tidur, dan bagiannya :

 

 

 

94.01.10.000

Tempat duduk yang biasa digunakan pada pesawat udara

(20) 15

10

 40

9401.20.000

Tempat duduk yang biasa digunakan pada kendaraan bermotor

(20) 15

10

40

9401.30.000

Tempat duduk berputar yang dapat diatur tingginya

(20) 15

10

40

9401.40.000

Tempat duduk selain dari tempat duduk taman atau

perlengkapan kemah, dapat diubah menjadi temapat tidur

(20) 15

10

40

9401.50

 

 

9401.50.100

9401.50.900

 

 

9401.61.000

9401.69.000

9401.71.000

9401.79.000

Tempat duduk dari rotan, osier, bambu atau bahan

yang semacam :

Dari rotan

Lain-lain

Tempat duduk lainnya, dengan rangka dari kayu :

Diberi lapisan penutup

Lain-lain

Tempat dudul lainnya, dengan rangka dari logam :

Diberi lapisan penutup

Lain-lain

(15) 10

 

 

(15) 10

(20) 15

 

 

(15) 10

(15) 10

(15) 10

(15) 10

10

 

 

10

10

 

 

10

10

10

10

40

 

 

40

40

 

 

40

40

40

40

9401.80

Tempat duduk lainnya

(15) 10

10

40

94.03

Perabot rumah lainnya dan bagiannya

(15) 10

10

40

9403.10.000

9403.20.000

Perabot rumah dari logam yang biasannya digunakan di kantor

Perabot rumah lainnya dari logam

 

(15) 10

(15) 10

(15) 10

10

10

10

40

40

40

9403.30

Perabot rumah dari kayu yang biasa digunakan di kantor

(10) 5

10

40

 Investasi Industri Furniture 

Dalam Daftar Negative Investasi (DNI) yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI (Kepres) Nomor. 54  tertanggal 10 Juni 1993, industri furniture tidak tercatum  dalam bidang usaha yang dinyatakan tertutup bagi penamanan modal, yang berarti investasi dibidang industri  masih terbuka luas baik dalam dalam rangkan PMDN (penanaman modal dalam negeri) maupun dalam rangka PMA (penanaman modal asing) yang sekarang investasinya sedang digalakkan oleh pemerintah. 

Selain itu untuk mengatisipasi kebutuhan bahan baku kayu bagi industri pengolahan kayu  di dalam negeri dan mencegah penebangan liar (illegal logging), pemerintah telah melarang ekspor kayu bulat (log) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kehutanan Nomor 1132/Kpts-II/2001 dan Menteri Perindustrian & Perdagangan Nomor 292/MPP/Kep/10/2001, tertanggal 8 Oktober 2001. 

Bahkan  sejak tanggal 8 Juni 2002  kebijaksanaan (SKB) tersebut  diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tenatang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. 

Keputusan mengenai larangan ekspor kayu log ini juga sangat didukung oleh para pelaku bisnis kehutanan yang tergabung dalam beberapa asosiasi, seperti Masyarakat Perkayuaan Indonesia (MPI), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI),  Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO), dan Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (ASMINDO). 

Hal ini beralasan karena sejak ekspor kayu bulat berlangsung, menyusul kesepakatan (Letter of Intent/LoI) RI-IMF pada tanggal 15 Januari 1998, para pengusaha industri pengolahan kayu kesulitan mendapatkan bahan baku.         

Lingkungan 

Seperti halnya produk-produk hasil industri lainnya, industri furniture juga termasuk industri yang menghasilkan limbah, walaupun limbahkan tidak begitu berbahaya dibandingkan limbah-limbah lain seperti plastik dan bahan kimia lainnya. Namun industri ini dalam skala besar dapat menghasilkan limbah yang berbahaya terutama bahan-bahan yang digunakan untuk prosses finishing yang serbagian besar menggunakan bahan-bahan kimia seperti tinner, cat dan debu dari proses tersebut.  Untuk itu harus diperlukan peryaratan-persyaratan tertentu untuk mengatisipasi dampak lingkungan dari industri tersebut.

Dampak Terhadap Industri Furniture 

Menurut sumber ASMINDO issu akan diterapkannya pembatasan produksi kayu bulat di dalam negeri oleh Pemerintah dari 40 % hingga 45 % atau sebesar 6 juta m3 per per tahun. Diperkirakan ada  beberapa dampak yang akan mempengaruhi kelangsungan industri furniture di Indonesia antara lain : 

  • Sedikitnya akan ada 400 perusahaan furniture yang akan gulung tikar.
  • Penurunan ekspor
  • Harga kayu log akan semakin mahal
  • Persaingan harga
  • Terjadinya pencurian kayu
  • Dan lain sebagainya 

Selain itu, walaupun pemerintah akan menerapkan batas jumlah tebang, penebangan kayu secara ilegal  akan tetap berlansung hal ini didentifikasikan  dengan rendahnya harga kayu di beberapa negara seperti Cina, padahal negara tersebut bukan produsen kayu. 

Persaingan harga juga akan mempercepat kembangkrutan industri furniture di Indonesia karena harga bahan baku kayu log yang semakin mahal,  sementara negara-negara lain seperti Malaysia dan Cina  mampu menjual furniture dengan harga yang relatif lebih rendah dari furniture Indonesia.