PustakaDunia.com

Peluang Usaha Bisnis Gula Tebu

Peluang Usaha Bisnis Gula Tebu - Memperhatikan kebutuhan gula nasional  dengan jumlah rata-rata 4  juta ton/tahun sedangkan produksi gula nasional hanya 2,5 juta ton/tahun maka terdapat kekurangan pasokan 1,5 juta ton/tahun, kekurangan tersebut dapat dilakukan dengan cara peningkatan produksi dalam negeri yang berarti adanya program intensifikasi, ekstensifikasi lahan dan revitalisasi maupun pembangunan pabrik gula baru adalah peluang untuk ekspansi kredit modal kerja dan investasi.

Dilain pihak apabila kekurangan tersebut dipenuhi dari impor maka peluang ekpansi kredit modal kerja impor sangat terbuka.

Struktur Pembiayaan Industri Gula Tebu

Struktur pembiayaan dalam industri gula tebu  pada prinsipnya dapat dibagi menjadi 3 bagian :

  1. Biaya bahan baku sendiri, yang meliputi : biaya bibit, pengolahan lahan, penanaman,pemeliharaan, panen dan overhead.
  2. Biaya pembelian bahan baku dari luar (tebu rakyat) , dengan memperhatikan formula yang disepakati antara pemerintah, pengusaha dan rakyat dengan pertimbangan rendemen, harga jual dan biaya pengolahan
  3. Biaya pengolahan, yang meliputi : biaya pembantu, pemeliharaan pabrik, penyusutan, overhead. 

Kondisi ini merupakan peluang bagi bisnis gula di Indonesia. Pertama kekurangan supply merupakan suatu peluang untuk pergulaan di dalam negeri, artinya usaha yang akan dilakukan tidak perlu khawatir tentang pasar, sebab untuk domestik saja masih terbuka lebar.

Peluang kedua adalah demand untuk gula industri yang saat ini hanya mampu dipasok sebesar 150.000 ton dari total kebutuhan 700.000 ton. Untuk gula industri peluang yang ada adalah pembangunan pabrik gula rafinasi dengan produksi gula industri yang memenuhi standar Codex.

Bahan baku gula rafinasi dapat diperoleh dari impor atau produksi pabrik gula di Indonesia yang diubah prosesnya sebagai penghasil raw sugar. Dibandingkan dengan impor gula industri yang lebih mahal dari gula konsumsi, lebih baik mengimpor raw sugar dan diproses di dalam negeri, sehingga nilai tambahnya dapat dinikmati oleh masyarakat.

Sejak tanggal 10 Juni 1998 dengan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/46/KEP/DIR program Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) dalam rangka Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) diganti dengan KKPA-TR dengan pokok perubahan. Petani bebas memilih KKPA-TR Kemitraan atau KKPA-TR Murni untuk memanfaatkan kredit yang tersedia. Bertindak sebagai avalist untuk KKPA-TR Murni adalah Perum PKK, sedangkan untuk KKPA-TR Kemitraan adalah Perusahaan Gula. Pada skim yang lama pelaku pengembangan TRI benar - benar hanya petani/koperasi, pabrik gula, dan bank pelaksana dengan pabrik gula bertindak sebagai Pemimpin Palaksana Lapangan (PKOL) dengan koordinasi/konsultasi Dinas Perkebunan.   

Untuk KKPA-TR Murni polanya tidak berbeda dengan yang selama ini berlaku, berbedaannya adalah adanya avalist. Aliran dana tetap dari bank ke koperasi petani dan pelaksanaannya di lapangan untuk TR murni berlaku seperti sekarang. Pada TR murni petani menggilingkan tebunya ke pabrik dengan sistem bagi hasil yang dihitung dengan rumus. 

                        T = 50,8 x 1,60 R        dan  P = 100 – T

Dimana,

T = hablur bagian petani dalam % dari rendemen tebu.

P = hablur bagian pabrik.

R = rendemen tebu yang diolah.                       

Meskipun rumus bagi hasil sudah ditetapkan, tetapi di lapangan pembagian gula antara petani : pg = 65% : 35%.

Selain mendapat gula sesuai bagi hasil, petani masih mendapat tetes sebanyak 2 kg per kuintal tebu yang dihasilkan. Dengan pertimbangan tertentu, misalnya belum siapnya koperasi atau kelompok melaksanakan program KKPA-TR, petani boleh memilih pola kemitraan. Pada pola ini petani lebih yakin memperoleh hasil sebesar hasil minimum dari lahannya. Pada pola ini sebenarnya tersirat maksud pembelajaran, terutama dalam manajemen. Bagi pihak bank dengan adanya avalist akan menjamin keamanan dana yang dipinjamkan 

Secara Diagram TR KSU adalah sebagai berikut.

Keterangan :

  • Sumber dana (bank) mengikat perjanjian dengan kelompok tani dan dana ditransfer ke rekening kelompok tetapi dana tersebut langsung ditransfer kembali ke PG (B).
  • PG memberikan jaminan hasil kepada petani dan pada akhir panen menghitung kelebihan hasil.  Jika hasil diatas rata-rata, petani mendapat lagi tambahan hasil, tetapi jika hasil dibawah rata-rata berarti PG harus menanggung risiko.
  • membayar hutang kredit termasuk bunga ke Bank dan PG menjual hasil gula berdasarkan lelang (E).  

Mulai tahun 2001 skim kredit yang tersedia adalah Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Kredit ini berlaku bukan hanya tanaman tebu tetapi juga pada tanaman lainnya. Pola kredit program seperti dimasa lalu tidak akan diberlakukan lagi, sehingga kemungkinan yang terjadi adalah pemberian kredit secara lebih selektif dan dengan tingkat bunga yang relatif lebih tinggi yakni menggunakan skim komersial .

Skim kredit komersial juga dapat digunakan untuk pembiayaan investasi perkebunan dan pabrik gula serta investasi pabrik refinasi.

Lingkup Agribisnis Tebu

Pohon Industri Tebu

Bisnis Yang Terkait Industri Tebu

Produk samping dari tebu selain menghasilkan gula pasir, juga memberikan hasil samping berupa:  

Pucuk Daun Tebu.

Hasil samping ini diperoleh pada saat penebangan tebu, jumlahnya dapat mencapai 14% dari bobot tebu (Mubyarto dan Daryanti, 1991 dalam Hendrawati, 1997). Pucuk tebu dimanfaatkan sebagai makanan ternak sapi atau kerbau oleh petani pemilik ternak di sekitar pabrik gula. Namun akhir-akhir ini, pucuk tebu mulai diolah menjadi pakan untuk di ekspor.  

Ampas Tebu (Bagase)

Ampas tebu merupakan hasil samping dari proses penggilingan (ekstraksi). Ampas tebu yang dihasilkan dari pabrik gula cukup besar, bisa mencapai 35 – 40% dari bobot tebu yang digiling.  Jumlah yang begitu banyak, selama dimanfaatkan dan memberikan nilai tambah bagi pabrik, tentunya dengan perlakuan lebih lanjut.  Umumnya, ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar setelah melalui proses pengeringan. Selain itu, juga dimanfaatkan untuk bahan baku industri kertas yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi.

Blotong (Filter cake)

Blotong merupakan hasil samping dari proses pemurnian gula yang berbentuk endapan kotoran nira. Blotong adalah bahan yang banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman tebu antara lain Ca, P, dan K. Secara luas blotong telah dimanfaatkan untuk pupuk tanaman tebu, terutama tanaman baru (replantry cane).

Tetes Tebu (Molases)

Hasil samping yang lain berupa tetes tebu (molasse) cukup potensial dan mempunyai nilai tambah yang cukup tinggi karena masih mengandung gula sampai 50 – 60%, sejumlah asam amino dan mineral. Berdasarkan hal tersebut, tetes tebu mempunyai potensi besar untuk diversifikasi produk. Tetes tebu terutama digunakan sebagai bahan baku industri monosodium glutamat (MSG). Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan baku industri alkohol, ragi, makanan ternak, dan potensial dikembangkan dalam pengolahan gula cair, ragi roti, asam sitrat, dan asam asetat. Hasil samping dari pengolahan alkohol berupa cairan yang disebut stillage merupakan bahan yang mengandung unsur Kalium dalam bentuk K2O sebesar ± 2% bahan segar.  Dengan kandungan K ini maka stillage merupakan bahan pupuk organik yang potensial bagi tanaman tebu.