Last Updated:
Strategi, Peluang, Risiko dan Analisa SWOT Perkebunan Tebu
PustakaDunia.com

Strategi, Peluang, Risiko dan Analisa SWOT Perkebunan Tebu

Anonymous
Anonymous Perkebunan

Strategi, Peluang, Risiko dan Analisa SWOT Perkebunan Tebu - Evaluasi dan pemecahan berbagai permasalahan industri gula dapat dilakukan melalui pendekatan model kerangka analisis dari manajemen strategi sebagai berikut.

Analisis SWOT Industri Gula Nasional 

Strength (S)

  1. Tersedianya lahan yang cukup luas untuk ditanami tebu.
  2. Tenaga kerja masih banyak tersedia untuk mengelola tanaman tebu.
  3. Upah tenaga kerja yang murah.
  4. Pengalaman yang cukup lama dalam budidaya tebu dan industri gula.
  5. Pabrik gula yang banyak dan tersebar di beberapa tempat. 

Weakness (W)

  1. Sebagian mesin-mesin pabrik gula sudah tua.
  2. Lahan penanaman tebu di luar Jawa kurang subur sedangkan di Jawa sudah banyak lahan tebu yang beralih fungsi.
  3. Manajemen yang kurang baik baik dalam budidaya, pemasaran dan industri gula.
  4. Produksi gula nasional tidak bisa diekspor keluar negeri.
  5. Industri gula Indonesia belum mampu berperan dalam penentuan harga gula nasional.
  6. Produktivitas dan efisiensi masih rendah. 

Opportunity (O)

  1. Pasaran dalam negeri yang cukup banyak tersedia.
  2. Gaya hidup masyarakat Indonesia yang masih mengkonsumsi gula tebu cukup banyak.
  3. Jumlah penduduk yang banyak merupakan konsumen potensial untuk gula.
  4. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih rendah yaitu kurang dari 14 kg/jiwa/tahun.
  5. Harga gula yang masih terjangkau oleh konsumen tingkat menengah ke bawah. 

Threat (T)

  1. Masuknya gula impor ke Indonesia yang cukup banyak.
  2. Harga gula impor yang lebih murah daripada gula lokal.
  3. Adanya produk gula non tebu (misal gula bit dan gula sintetik) yang cukup banyak membanjiri pasaran dalam negeri.
  4. Perubahan gaya hidup sebagian masyarakat yang tidak mau lagi mengkonsumsi gula tebu karena alasan tertentu misalnya karena alasan kesehatan.
  5. Ancaman pasar global terutama dalam mempengaruhi harga gula nasional.
  6. Kebijakan pemerintah yang kadang - kadang kurang mendukung industri gula nasional misalnya peraturan impor gula.
  7. Dampak krisis yang mempengaruhi daya beli masih terus berlanjut. 

Alternatif Strategi Berdasarkan Analisis SWOT 

Strength (S) menghadapi Weakness (W)

  1. Meningkatkan produksi panen tebu dengan mengoptimalkan penggunaan lahan.
  2. Meningkatkan produksi gula nasional dengan lebih mengefisienkan kinerja pabrik gula.
  3. Mengefisienkan kinerja pabrik gula dengan konsolidasi.
  4. Menutup pabrik - pabrik gula yang kinerjanya jelek dan menggabungkan dengan yang masih baik untuk meningkatkan produksi.
  5. Mengatasi alih fungsi lahan tebu dengan menerapkan jaminan pendapatan petani.
  6. Restrukturisasi organisasi industri gula sehingga dicapai rasio tenaga kerja tetap yang ideal. 

Opportunity (O) menghadapi Threat (T)

  1. Efisiensi produksi sehingga mampu bersaing dengan gula impor.
  2. Modifikasi proses pengolahan gula pada beberapa pabrik yang hanya menghasilkan raw sugar.
  3. Membangun pabrik double rafinied sugar untuk gula industri atau memberikan peralatan tambahan pada pabrik yang sudah ada sehingga mampu menghasilkan gula semi rafinasi.
  4. Pemberian kredit memacu industri gula nasional.
  5. Harmonisasi tarif impor sehingga tidak memberatkan konsumen dan tetap merangsang produksi gula nasional.
  6. Pengkajian kembali kebijakan - kebijakan yang dianggap kurang berpihak pada pergulaan nasional. 

Secara ringkas kebijakan untuk memperbaiki pergulaan dilaksanakan dengan kebijakan 3-R (Restrukturisasi, Reenginering dan Rasionalisasi). Kebijakan ini utamanya untuk meningkatkan daya saing industri gula nasional melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas yang dikelompokkan dalam kebijakan jangka sangat pendek, jangka pendek, jangka sedang dan jangka panjang. 

Jangka Sangat Pendek

Tujuan          : melindungi penurunan kesejahteraan petani tebu sebagai akibat dari menurunnya harga gula di pasar domestik.

Sasaran         : dicapainya BEP bagi usaha tani tebu dengan rendemen 6,5.

Instrumen     : pemberian subsidi kepada petani sebesar selisih harga pasar (lelang) dengan harga provenue harga gula petani. 

Jangka Pendek

Tujuan          : menyeimbangkan suplai gula impor dan gula produksi dalam negeri sampai tingkat harga yang wajar dan masih ada surplus bagi petani yang rendemennya 6,5.

Sasaran         : ekuivalen dengan pencapaian harga pokok gula Rp. 2.100/kg.

Instrumen     : kombinasi antara importir umum dan importir produsen dengan pengenaan tarif bea masuk impor gula. 

Jangka Sedang

Tujuan          : meningkatkan produksi dan produktivitas usaha tani tebu; meningkatkan pemanfaatan lahan kering untuk produksi tebu; meningkatkan efisiensi pada industri pengolahan dan sistem distribusi.

Sasaran         : biaya produksi Rp. 1.300/kg; hasil hablur  6 ton/ha.

Instrumen     : pewilayahan usaha tani tebu; intensifikasi dan rehabilitasi kebun; perbaikan varietas tebu; meningkatkan efisiensi pabrik gula dengan perbaikan manajemen dan perbaikan organisasi; menutup pabrik gula yang tidak efisien secara bertahap. 

Jangka Panjang

Tujuan          : mewujudkan sistem industri pergulaan nasional yang memiliki daya saing tinggi di tingkat pasar internasional.

Sasaran         : biaya produksi di bawah Rp. 1.300/kg; rendemen ditingkatkan sehingga hasil hablur di atas 6 ton/ha; pabrik gula di luar Jawa berkembang dengan efisiensi dan produktivitas semakin tinggi; struktur industri gula yang sehat dengan saham dimiliki oleh koperasi petani sekitar 55%; berkembangnya industri pemanis. 

Peluang Usaha Perkebunan Tebu 

Berdasarkan proyeksi demand terhadap gula, diperoleh angka kebutuhan gula total tidak kurang dari 3,5 juta ton di tahun - tahun mendatang. Jumlah ini terdiri dari gula konsumsi sebesar ±75% atau sekitar 2,6 juta ton, gula untuk industri sebesar ±25% atau sekitar 900 juta ton. Kebutuhan ini dapat dipastikan belum akan dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, terutama untuk gula industri. 

Kondisi ini merupakan peluang bagi bisnis gula di Indonesia. Pertama kekurangan supplay merupakan suatu peluang untuk pergulaan di dalam negeri, artinya usaha yang akan dilakukan tidak perlu khawatir tentang pasar, sebab untuk domestik saja masih terbuka lebar. Peluang kedua adalah demand untuk gula industri yang saat ini hanya mampu dipasok sebesar 150.000 ton dari total kebutuhan 700.000 ton. Untuk gula industri peluang yang ada adalah pembangunan pabrik gula rafinasi dengan produksi gula industri yang memenuhi standar Codex. Bahan baku gula rafinasi dapat diperoleh dari impor atau produksi pabrik gula di Indonesia yang diubah prosesnya sebagai penghasil raw sugar. Dibandingkan dengan impor gula industri yang lebih mahal dari gula konsumsi, lebih baik mengimpor raw sugar dan diproses di dalam negeri, sehingga nilai tambahnya dapat dinikmati oleh masyarakat. 

Risiko Usaha Perkebunan Tebu 

Disamping peluang yang ada, berdasarkan analisis SWOT dapat diketahui kendala dan risiko apa saja yang harus dihadapi dalam bisnis pergulaan.  Risiko tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal yang terdiri faktor teknis, sosial ekonomi, dan kebijakan dalam negeri. Sementara itu faktor eksternal yang menentukan risiko usaha adalah kebijakan dunia tentang pasar global, dan kondisi produksi gula dunia yang ada saat ini dan di masa mendatang. 

Internal 

Beberapa titik kritis dalam pengusahaan tebu yang dapat mempengaruhi keberhasilan adalah.

Teknis

  1. Kesesuaian lahan; di Jawa dengan persaingan yang ketat dengan komoditi lain, tebu tergeser ke lahan - lahan dengan kelas yang lebih rendah. Sementara itu di luar Jawa sudah sangat sulit ditemukan lahan - lahan yang sesuai untuk tebu meskipun lahan tersedia.
  2. Waktu tanam yang berhubungan dengan pola tanaman yang lain.
  3. Varietas yang kurang sesuai dengan lokasi penanaman.
  4. Mutu bibit.
  5. Pemeliharaan, terutama mutu pengolahan tanah, pemupukan, dan pengendalian hama dan penyakit.
  6. Penentuan panen dan pelaksanaan panen. 

Proses pengolahan

  1. Teknis: kemampuan pabrik dalam mengolah tebu, terutama dalam kemampuan ekstraksi nira. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi mesin atau mutu tebu yang jelek, sehingga terpaksa dilakukan penyesuaian-penyesuaian.
  2. Manajemen: keterlambatan giling yang dapat disebabkan oleh jam berhenti internal (kerusakan mesin) atau eksternal (kekurangan bahan). 

Sosial ekonomi

  1. Ketersediaan lahan: lahan yang tersedia untuk tanaman tebu semakin lama semakin sulit untuk diperoleh. Permasalahan kepemilikian lahan semakin lama semakin rumit. Saat ini sulit untuk memperoleh lahan dengan status tanpa pemilik. Dimanapun letak lahan tersebut pasti akan ada pemiliknya jika sudah dibuka menjadi areal yang bersih dan siap digarap. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa status lahan merupakan kunci utama dimulai usaha di bidang perkebunan.
  2. Sikap petani yang semakin hari semakin banyak menuntut dan selalu meminta berbagai fasilitas dan kemudahan, tanpa menyadari apa sebenarnya yang sedang terjadi di pergulaan dunia. Misalnya petani selalu menyalahkan impor dan rendahnya harga gula dunia sebagai penyebab rendahnya produksi gula nasional. Sebenarnya apakah memang begitu kejadiannya. Apakah rendahnya efisiensi dalam produksi gula dalam negeri tidak berperanan dalam lemahnya persaingan gula dalam negeri ?. 

Eksternal 

Besarnya stok gula dunia yang ada sat ini akan terus bertambah dengan semakin berkurangnya konsumsi gula tebu di negara-negara maju, sementara produksi gula dunia terus bertambah.  Bagi negara yang memiliki pertimbangan dan peluang usaha lain kondisi ini disikapi dengan menutup pabrik-pabrik gulanya dan mengalihkan ke usaha lain.  Sebagai contoh riel untuk ini ialah Hawai, saat ini di sana hanya tersisa satu pabrik gula yang digunakan bukan sebagai penghasil gula, tetapi sebagai obyek wisata (agrowisata). 

Dengan stok yang berlimpah dan berlakunya  pasar bebas yang akan berlaku menjadi titik kritis dalam pengusahaan tebu.  Persaingan harga akan menjadi salah satu titik penentu industri gula dalam negeri.  Dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah akan menyebabkan persaingan di tingkat dunia akan semakin berat bahkan akan berkesan tidak berdaya dan terpuruk. 

Proteksi tidak mungkin dilakukan sebab akan menyebabkan berbagai permasalahan perdagangan di tingkat dunia.

Suatu tulisan oleh Dirjen Perkebunan (Dr Agus Pakpahan) yang berjudul “Kebijakan dan Manajemen Tataniaga Pergulaan di Indonesia” memberikan 3 alternatif pilihan kebijakan yaitu.

  1. Apabila liberalisasi penuh dilakukan sekarang maka seluruh pabrik gula akan tutup kecuali 2 pabrik gula di Lampung.
  2. Pabrik Gula di Jawa ditutup dan dipindahkan ke luar Jawa, namun konsekuensinya sangat berat dan dampak sosialnya sangat besar.
  3. Revitalisasi pabrik gula yang ada dan feasible serta mendorong investasi pabrik gula di luar Jawa dengan implikasi antara lain impor gula dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan dengan waktu yang tepat.