Last Updated:
Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum)
PustakaDunia.com

Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum)

Anonymous
Anonymous Perkebunan

Budidaya Tanaman Tebu (Saccharum Officinarum) - Tebu adalah jenis tanaman yang bisa tumbuh di dataran rendah maupun tinggi, termasuk famili graminae (sekelas dengan padi-padian)  monokotol dan akar serabut, umur tanaman 9 s.d 14 bulan dengan periode masak awal, tengah dan akhir, tiap rumpun terdiri dari beberapa batang yang mengandung gula dan berasa manis, rendemen gula pada batangnya antara 9-14 %. Pemanfaatn tebu adalah batangnya (60% dari total bagian tanaman), kandungan serat 16%, sisanya merupakan larutan nira sebanyak 86%. Kadar sukrosa sekitar 15.5%, kadar air 65%, sisanya 5.5% non gula. 

BAHAN TANAMAN TEBU 

Bahan tanaman untuk budidaya tebu dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif, secara  generatif melalui biji atau benih namun hal ini tidak dianjurkan karena banyak kendala dan biasanya hanya dilakukan oleh balai penelitian dalam rangka uji persilangan varietas, sedangkan vegetatif dilakukan melalui penanaman batang sebagaimana cara konvensional dengan tahapan seperti kebun bibit pokok, kebun bibit nenek, kebun bibit induk, kebun bibit datar. Syarat perbanyakan vegetatif adalah stek tebu sehat, kemurnian varietas lebih dari 99%, daya tumbuh lebih dari 95% dan umur bibit 6-7 bulan, batang tebu yang telah ditebang untuk bibit, dalam waktu 24 jam sudah harus ditanam.

 Dewasa ini terdapat pola pembibitan baru yang berbeda dengan konvensional sebagai mana tabel berikut : 

 Tabel 1 : Pola Pembibitan Tanaman Tebu

Konvensional

Pola Baru

KBP (Kebun Bibit Pokok)

Balai Penelitian

Tanam : Mei-Oktober

Kebun Bibit Utama

Balai Penelitian, Litbang di Perusahaan

Tanam : Mei – November

KBN (Kebun Bibit Nenek)

Litnang di tingkat Perusahaan

Tanam : mei-Oktober

Panen  : Mei – November

KBI (Kebun Bibit Induk)

Rayon, Wilayah, Afdeling

Tanam : Mei – Oktober

Kebun Bibit Perbanyakan

Petani, Rayon, wilayah, Afdeling

1. Plant cane dan Ratoon sampai 5X (3 tahun)

KBD (Kebun Bibit Datar)

Rayon, wilayah, Afdeling

Tanam : Nov- April

2. Dapat diambil dari Kebun tebu Giling yang telah dimurnikan:

Tanam : Mei-November

Panen  : Mei -November

Perhitungan harga tebu bibit antara cara konvensional dan Pola baru dapat dilihat ada tabel berikut : 

Tabel 2. harga Tebu Bibit

No

URAIAN

Konvensional

 

Pola Baru

 

 

 

Tahun ke 1 (rp/ha)

PC

R1

R 2 – R 5

A

Penanaman

 

 

 

 

 

Pengolahan tanah

1.300.000

1.300.000

0

0

 

Bibit/Sulam

1.000.000

1.000.000

250.000

200.000

 

Pengendalian OPT

1.000.000

1.000.000

800.000

600.000

 

Pemupukan

1.500.000

1.000.000

1.000.000

1.000.000

 

Irigasi

300.000

300.000

300.000

200.000

 

Perawatan

900.000

900.000

600.000

400.000

 

Tebang, Muat, Angkut

1.500.000

1.500.000

1.500.000

1.500.000

 

Total

7.500.000

7.000.000

4.450.000

3.900.000

 

 

 

 

 

 

B

Produksi Bibit

PKP 135 cm

PKP 90 cm

PKP 90 cm

PK 90 cm

 

Batang/ha

74.000

110.000

100.000

100.000

Varietas Unggul Tanaman Tebu 

Kontribusi varietas tebu terhadap peningkatan produktivitas gula cukup nyata, mengingat produksi tanaman merupakan hasil kerjasama antara sifat genetis (varietas) dengan faktor lingkungannya. Keunggulan suatu varietas tidak bersifat mutlak atau terus menerus, tetapi dalam kurun waktu tertentu akan mengalami penurunan (degradasi). Oleh karena itu penggantian varietas unggul baru merupakan langkah strategis dalam mengatasi permasalahan produktivitas.

Lembaga resmi yang diberi mandat untuk mengembangkan varietas tebu oleh pemerintah ialah P3GI yang tentu saja dengan bekerja sama dengan berbagai lembaga penelitian yang ada di Indonesia dan di negara lain. Plasma nutfah tebu diperoleh dari berbagai negara antara lain Formosa (kode F), Mauritius (M), Quinsland (Q), dan beberapa negara lainnya yang potensial. Varietas tebu yang unggul diperoleh melalui jalur; (1) introduksi galur dari luar negeri dan deseleksi dengan kondisi alam di suatu daerah, (2), menyilangkan  berbagai galur baik antar galur lokal ataupun dengan galur introduksi, (3) cara mutasi untuk mendapatkan keturunan yang diinginkan. Paradigma keunggulan suatu varietas, sekarang berbeda dengan di waktu lampau. Dahulu untuk seluruh daerah hanya dikenal satu atau dua varietas unggul (satu untuk semua daerah), tetapi sekarang varietas unggul yang ada adalah lokal spesifik (hanya unggul untuk daerah tertentu). Sebagai contoh, dulu dikenal varietas POJ 3016 yang unggul untuk semua daerah, tetapi sekali varietas ini terserang suatu penyakit akibatnya fatal bagi seluruh daerah.

Mengingat tebu harus dipanen pada saat yang relatif serempak, tetapi ditanam dengan waktu yang bergiliran (lebih panjang), maka diatur varietas dengan umur masak yang berbeda, yaitu masak awal (± 8 - 10 bulan), masak tengah   (± 10 - 12 bulan) dan masak lambat (>12 bulan). Varietas unggul dengan sifat masak lambat sudah agak jarang digunakan contohnya POJ 3016 dan PS 86-10029.  Varietas masak tengah yang banyak digunakan adalah BZ 148, PS 30, dan PS 56, dan PS 851, sedangkan untuk masak cepat ialah F 154, M 442-51, PS 81-1321, PS 92-3092, dan PS 80-1649.  

Untuk  PG luar Jawa seleksi dilakukan untuk memperoleh variable unsur spesifik (sifat unggul lokal). Mereka umumnya mendatangkan galur unggulan dari luar dan diseleksi di lokasi untuk memperoleh varietas yang diinginkan. Hasil seleksi tersebut diberi nama sesuai nama daerahnya, misalnya GM untuk Gunung Madu, GP untuk Gula Putih.

Bahan tanaman bagi kebun tebu adalah bibit tebu yang bentuknya bisa berupa bibit, rayungan, bagal atau top stek. Bibit yang digunakan dipilih dari varietas - varietas yang sesuai untuk lahan sawah yang secara umum mempunyai ciri bobot tinggi atau bobot sekaligus rendemen yang tinggi.

Produksi yang tinggi pada kondisi fisik dan lingkungan di lahan kering, maka diperlukan bibit tebu dengan varietas yang sesuai untuk lahan kering. Varietas tebu untuk lahan kering harus memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain; (a) mempunyai daya tahan kekeringan, (b) mudah berkecambah, cepat beranak, jangka waktu keluar anakan yang agak panjang dan bertunas banyak, (c) mempunyai daya tahan kepras yang baik, (d) rendemen tinggi, (e) mudah diklentek, (f) tahan roboh.

Pada saat ini terutama di Jawa penggunaan varietas unggul belum dilakukan sesuai dengan lokasi penanaman. Umumnya petani menggunakan varietas yang ada tanpa mempertimbangkan potensi hasilnya. 

Pengadaan Bahan Tanaman Tebu

Bibit tebu yang digunakan harus berkualitas baik. Budidaya tebu bibit diusahakan melalui beberapa tingkat kebun bibit yaitu berturut-turut dari Kebun Bibit Pokok (KBP), Kebun Bibit Nenek (KBN), Kebun Bibit Induk (KBI), dan Kebun Bibit Datar (KBD). Dengan penanaman secara bertingkat tersebut, kualitas bibit yang hendak ditanam di Kebun Tebu Giling (KTG) menjadi lebih baik karena dari satu tingkat kebun bibit ke tingkat berikutnya mengalami proses seleksi.  

Tabel 3.  Potensi Hasil Beberapa Varietas Tebu Unggul 

No

Varietas/Galur

Rendemen (%)

Hasil Tebu

(ton/ha)

1

POJ 3016

14

150

2

BZ 148

9

120

3

Triton

9

125

4

BZ132

9

80

5

PS 86-10029

9

140

6

PS 81-1321

9

120

7

PS 92-3092

9

140

8

PS 85-18135

9,5

105

9

PS 85-21470

9,5

120

10

PS 89-20961

9,5

140

11

PS MD 7

9,5

130

12

PS 88-19432

9,5

120

Sumber : P3GI (diolah) 

Kualitas bibit tebu merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan pengusahaan tanaman tebu. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang berumur cukup (5 - 6 bulan), murni (tidak tercampur dengan varietas lain), bebas dari hama penyakit dan tidak mengalami kerusakan fisik.

Untuk mendapatkan bibit yang baik dan mencukupi diperlukan kebun bibit yang dikelola dengan baik pula. Pada umumnya komposisi kebutuhan bibit dari Kebun Bibit Datar (KBD) untuk Kebun Tebu Giling (KTG) adalah 1 : 8 yaitu dari 1 ha KBD dihasilkan bibit tebu yang cukup untuk 8 ha KTG untuk lahan sawah dan 1 : 3 untuk lahan kering.

Pada dasarnya pengelolaan kebun bibit hampir sama dengan kebun tebu giling dari pengolahan tanah hingga panen (tebang). Pada kebun bibit tidak dilakukan pengkletekan dengan tujuan untuk mengurangi penguapan setelah ditebang dan melindungi mata tunas baik pada masa pemeliharaan maupun pada saat pengangkutan. Dosis pupuk yang dipakai umumnya adalah 800 kg ZA, 200 kg SP-36, 200 kg KCl tiap ha.  

Mata/ha

888.000

1.100.000

1.000.000

1.000.000

Rp/Batang

101

64

45

39

Rp/Mata

8

6

4

4

KEGIATAN TANAM TEBU 

Pengolahan Tanah

Tujuan dari pengolahan tanah adalah

    • Mempersiapkan lahan tanam yang baik, kelembaban cukup, tidak ada air tergenang, dan aerasi udara.
    • Membuat kondisi lahan secara fisik menjadi gembur, agar perkembanagan akar tidak terganggu
    • Menahan erosi tanah
    • Menghancurkan sisa tanaman yang ada dan mencampurnya dengan tanah
    • Mencampur  bahan organik (kompos)
    • Menjaga kesuburan biologi, kimia dan fisika tanah.

Tanah merupakan faktor fisik yang terpenting bagi pertumbuhan tebu.  Tanaman tebu dapat tumbuh dalam berbagai jenis tanah, namun tanah yang baik untuk pertumbuhan tebu adalah tanah yang dapat menjamin kecukupan air yang optimal. Tanah yang baik untuk tebu adalah tanah dengan solum dalam (>60 cm), lempung, baik yang berpasir dan lempung liat. Derajat keasaman (pH) tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tebu berkisar antara 5,5 - 7,0. Tanah dengan pH di bawah 5,5 kurang baik bagi tanaman tebu karena dengan keadaan lingkungan tersebut sistem perakaran tidak dapat menyerap air maupun unsur hara dengan baik, sedangkan tanah dengan pH tinggi (di atas 7,0) sering mengalami kekurangan unsur P karena mengendap sebagai kapur fosfat, dan tanaman tebu akan mengalami “chlorosis” daunnya karena unsur Fe yang diperlukan untuk pembentukan daun tidak cukup tersedia. Tanaman tebu sangat tidak menghendaki tanah dengan kandungan Cl tinggi.

Berpedoman pada syarat tumbuh tanaman tebu, maka faktor pembatas utama untuk tanaman tebu adalah kesuburan tanah, solum tanah, kemiringan lereng dan tekstur tanah. Pengusahaan tanaman tebu harus dilakukan pada tanah dengan kemiringan <8%. Tanah dengan kelas S1, S2 dan S3 tanpa faktor pembatas yang berat merupakan klas lahan yang sesuai untuk tanaman tebu.  Sebaran lahan tebu di Indonesia disajikan pada Tabel 4. 

Tabel  4. Sebaran Lokasi Lahan Tebu di Indonesia Berdasarkan Tipe Iklim dan Jenis Tanah 

No

Iklim

Jenis Tanah

Lokasi

1

B1

Aluvial

Medan

2

B2

Podsolik Merah Kuning

Lampung (Bunga Mayang, Cintamanis, Gunung Madu, GPM)

3

C2

Aluvial

Jatiroto, Pelaihari (Kal-Sel)

4

C2

Latosol

Cirebon

5

C3

Mediteran

Jatitujuh, Jawa Barat

6

C3

Regosol

Jengkol, Jawa Timur

7

D2

Mediteran

Camming, Sulawesi Selatan

8

D2

Latosol

Subang, Jawa Barat

9

D3

Aluvial

Jawa Tengah Utara

10

D4

Mediteran

Takalar, Sulawesi Selatan

11

E

Aluvial

Pasuruan dan sekitarnya

    Sumber : Tjokrodirjo, 2000 

Dari persyaratan tumbuh untuk tanaman tebu dapat diringkaskan sebagai berikut  (Tabel 5). 

     Tabel 5.  Ringkasan Persyaratan Tumbuh Tebu 

Komponen

Syarat Tumbuh

Korelasi *)

(dgn rendemen)

Letak lintang

35o LS dan 39o LU

 

Iklim

 

 

Curah hujan

1.500 – 3.000 mm per tahun dengan 4-5 bulan kering nyata

-0,70

Penyinaran matahari

Matahari penuh tanpa awan

-0,37

Suhu optimum

24-30o

 

Suhu maksimum

32o

-0.66

Angin

< 10 km/jam

 

Kelembaban udara

< 80%

 

Tanah

 

 

Topografi

0 – 5%,

 

Sifat fisik

Drainase baik, tidak ada batuan di permukaan (< 40 cm), solum dalam (> 60cm)

 

Sifat kimia

pH 5,5 – 7,0, ketersediaan hara seimbang, tidak terdapat Cl dalam jumlah banyak

 

Kelas kesesuaian

S1, S2, S3 tanpa faktor penghambat yang berat

 

                  Keterangan : *) = Windiharto dan Chujaemi (2000) 

Penyiangan

Pada masa pra tumbuh 1 s.d 3 hari setelah penanaman, semprotkan pre em herbicde dipermukaan tanah hal tersebut untuk menekan pertumbuhan gulma sampai dengan 90% sampai umur 3 – 4 bulan (tebu mulai menutup)

Setelah tumbuh semprotkan herbisida kontak atau sistemik sesuai peruntukannya untuk mengendalikan gulma yang mempunyai umbi dan akar dalam. Penyiangan dapat dilakukan secara mekanis termasuk dengan pemberian mulsa untuk menekan biaya  dan menahan penguapan air 

Pengairan

Pengairan yang dilakukan pada tahapan pertumbuhan tanaman tebu sebagaimana tertera pada tabel berikut : 

Tabel 6. Pengairan Tanaman Tebu

Uraian

Umur (hari)

Kebutuhan Air (mm)

Pertumbuhan awal

0 - 45

300

Pertumbuhan tunas

45 - 120

550

Pertumbuhan batang

120 - 270

1.000

Pemasakan

270 – 360

650

Pemupukan

Pada prinsipnya perlakukan pemupukan didasarkan pada pendekatan jumlah hara yang diambil  sehingga pencapaian produktivitasnya sesuai yang diinginkan, pengaturan pemupukan dapat dilaksanakan dengan berbagai cara baik waktu maupun jenisnya sebagaimana tujuan yang ingin dicapai apakah produksi berkutang,tetap atau meningkat. 

Pengendalian  Hama, Penyakit dan Gulma Tanaman Tebu

Beberapa jenis hama yang sering  menyerang arela tanaman tebu adalah  ulat dan belalang pemakan daun, penggerek pucuk, penggerek batang, uret penyerang akar, sedangkan penyakitnya ada pada batang, daun, akar dan kekerdilan.

Pada lahan kering gulma lebih beragam dan lebih berbahaya.  Gulma - gulma dominan yang menjadi pesaing kuat yang berakibat merugikan terdiri atas gulma daun lebar dan merambat, gulma daun sempit dan teki-tekian. Gulma daun lebar dan merambat terdiri atas Cleome ginandra, Emilia sonchifolia, Boreria alata, Amaranthus dubius, Spigelia anthelmia, Commelina elegans, Mikania micrantha dan Momordica charantia. Gulma daun sempit tediri atas Digitaria ciliaris, Echinochloa colonum, Eleusine indica, Dactylocta aegyptium dan Brachiaria distachya sedangkan gulma golongan teki adalah Cyperus rotundus.

Dalam pelaksanaannya, pengendalian gulma dibagi menjadi pengendalian secara kimia, mekanis dan manual. Untuk sistem reynoso, pengendalian lebih dominan dilakukan secara manual. Sementara itu di lahan kering lebih umum pengendalian gulma secara kimia yang dibedakan menjadi tiga yaitu pre emergence (pra tumbuh), late pre emergence (awal tumbuh) dan post emergence (setelah tumbuh). 

     Tabel 7. Jenis dan Dosis Herbisida yang Digunakan 

Waktu Aplikasi

Herbisida

Bahan Aktif

Dosis

Pre Emergence

Karmex

DMA

Diuron

2,4 - D Amin

2,50 kg/ha

1,50 kg/ha

Late Pre Emergence

Karmex

DMA

Amexon/Gesapax

Diuron

2,4 - D Amin

Ametrin

1,50 kg/ha

1,50 lt/ha

1,50 lt/ha

Post Emergence I

Amexon/Gesapax

DMA

Gramoxon

Sanvit

Ametrin

2,4 - D Amin

Paraguat

Surfaxtan

2,00 lt/ha

0,75 lt/ha

0,50 lt/ha

0,50 lt/ha

Post Emergence II

Gramoxon

Paraguat

2,50 lt/ha

Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence) adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma dan tanaman tebu belum tumbuh.  Dilaksanakan pada 3 - 5 hari setelah tanam. Aplikasi herbisida dilaksanakan dengan menggunakan Boom Sprayer yang mempunyai lebar kerja 12 meter (8 baris) yang ditarik oleh traktor kecil 80 HP. Kecepatan kerja sekitar 1,52 km/jam.

Late pre emergence adalah pengendalian gulma yang dilakukan pada saat gulma sudah tumbuh dengan 2 - 3 daun dan tanaman tebu sudah berkecambah.  Late pre emergence dilaksanakan karena terjadi keterlambatan aplikasi pre emergence, sedangkan post emergence dilaksanakan pada saat gulma sudah tumbuh dan biasanya dilaksanakan 1 - 2 kali. Post emergence diaplikasikan secara manual dengan hand sprayer/knapsack sprayer.

Pengendalian gulma secara mekanis dilakukan dengan menggunakan Tyne Cultivator dan Terra Tyne. Dilaksanakan pada saat pengemburan tanah.  Pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat tanaman berumur 45 hari setelah tanam.

Pengendalian gulma secara manual dilaksanakan oleh tenaga kerja dengan mempergunakan peralatan sederhana, dilaksanakan pada saat kondisi tanaman tebu masih dalam stadia peka terhadap herbisida, gulma didominasi oleh gulma merambat, populasi gulma hanya spot - spot, ketersediaan tenaga kerja yang cukup dan herbisida yang tidak tersedia di pasaran. Kapasitas kerja pengendalian gulma berbeda tergantung pada pengendalian gulma yang dilakukan.