PustakaDunia.com

Usaha Kost-Kostan

Usaha Kost-Kostan - Sebagaimana diketahui, setiap perubahan yang terjadi pada lingkungan eksternal ekonomi akan sangat berpengaruh terhadap pengelolaan usaha, terutama kondisi Indonesia yang dalam berbagai hal berada pada posisi peralihan, sehingga dinamika perubahan lingkungan eksternal merupakan salah satu faktor penting yang harus dicermati dan diperhitungkan. Pada saat penelitian dilakukan, keadaan perekonomian dunia sedang mengalami resesi, di sisi lain globalisasi perekonomian dan persiapan menghadapi AFTA 2003 tinggal beberapa bulan lagi.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat fluktuatif. Pada bulan Desember 1997, pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebesar 2,40 persen, kemudian terjadi penurunan sebesar -17,60 persen per Desember 1998.

Begitu juga pada bulan Desember 1999, terjadi peningkatan kembali sebesar 5,81 persen, sekali lagi terjadi penurunan sebesar 5,20 persen per Desember 2000, dan puncaknya pada bulan Desember 2001, terjadi penurunan sebesar 1,60 persen. Untuk tahun 2003 ini, beberapa pakar ekonomi memperkirakan adanya pertumbuhan ekonomi sebesar 4 – 5 persen.

Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang fluktuatif serta in-stabilitas politik yang tidak mendukung, Indonesia termasuk sebagai negara dengan peringkat resiko investasi yang cukup tinggi.

Tabel . Perbandingan pertumbuhan ekonomi Indonesia bulan ke bulan untuk tahun 1997 – 2001 berdasarkan data Bank Indonesia

Bulan

1997

1998

1999

2000

2001

Maret

8,46

-3,30

-7,70

3,20

4,80

Juni

6,70

-14,50

3,34

4,10

3,79

September

3,30

-16,20

0,85

5,10

3,15

Desember

2,40

-17,60

5,81

5,20

1,60

Untuk mendukung pertumbuhan perekonomian nasional, semua sektor usaha memerlukan dukungan dari berbagai lembaga keuangan Bank maupun Non-Bank. Berbagai upaya perbaikan terhadap kondisi perekonomian Indonesia pun diwarnai dengan berbagai perkembangan yang cukup menggembirakan, hal ini diantaranya tercermin dari tekanan inflasi yang menurun, nilai tukar rupiah yang cukup stabil dan cenderung menguat, uang primer terkendali, harga minyak dunia naik, implementasi hasil penjadwalan (reschedulling) hutang melalui Paris Club dan langkah-langkah maju penawaran obligasi pemerintah diharapkan dapat mengurangi hutang pemerintah dan memberikan nuansa optimis.

Ditinjau dari komponen-komponen kenaikan pertumbuhan ekonomi maka komponen terbesar disebabkan oleh adanya peningkatan atau kenaikan net ekspor. Sementara itu pertumbuhan konsumsi swasta yang selama ini menjadi penggerak roda perekonomian menunjukkan perlambatan. Demikian juga dengan investasi mengalami konstraksi yang lebih besar dari perkiraan semula. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa komponen permintaan domestik cenderung melemah.

Di sisi sektoral, terjadi kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) yang disebabkan pergeseran musim panen di sektor pertanian, sedangkan sektor usaha jasa pengolahan yang selama ini menjadi motor penggerak perekonomian mengalami pertumbuhan yang negatif. Untuk tahun 2002, secara kumulatif pertumbuhan PDB dari triwulan I hingga triwulan III tahun 2002 sebesar 3,39 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2001.

Sedangkan untuk triwulan III tahun 2002 saja terjadi pertumbuhan PDB hanya sebesar 2,39 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2001, kenaikan PDB ini lebih besar dibandingkan dengan kenaikan triwulan II tahun 2002 terhadap triwulan I tahun 2002.

Pertumbuhan ekonomi selama triwulan III tahun 2002 terutama didorong oleh pertumbuhan sektor usaha jasa (1.28 persen), angkutan (0.68 persen) dan sektor perdagangan (0.67 persen). Sementara itu, laju inflasi di Indonesia saat ini masih tidak stabil. Menurut Biro Pusat Statistik (BPS), laju inflasi di Indonesia pada tahun 2000 yang lalu mencapai 6,79 persen, kemudian pada tahun 2001 laju inflasi rata-rata meningkat menjadi 13,01 persen, dan selanjutnya terjadi penurunan kembali di tahun 2002 menjadi 10,48 persen.

Tabel . Perbandingan Rata-rata Laju Inflasi di Indonesia bulan, tahun kalender, tahun ke tahun untuk tahun 2000 – 2002 berdasarkan data Biro Pusat Statistik

batasan waktu

2000

2001

2002

September

-0,06

0,64

0,53

Januari – September (kalender)

4,65

8,16

6,17

Tahun ke tahun

6,79

13,01

10,48

Tekanan inflasi tersebut terutama berasal dari kelompok pendidikan, rekreasi dan hiburan, olahraga serta kelompok property seiring dengan dimulainya tahun ajaran baru dan meningkatnya permintaan akan property yang memberikan kontribusi terhadap kenaikan inflasi sebesar 0,68 persen.

Faktor lain yang mendorong peningkatan laju inflasi adalah penyesuaian harga kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar rata-rata 6 persen pada awal triwulan, dan kenaikan harga BBM pada bulan Oktober sebesar 3 – 6 persen.

Perbaikan sektor riil diharapkan dapat menjadi stimulus bagi sistem perbankan untuk lebih aktif menyalurkan kredit kepada dunia usaha. Namun demikian disadari pula bahwa efektivitas kebijakan moneter tersebut akan juga ditentukan oleh kebijakan-kebijakan ekonomi lain yang mendukung kelangsungan proses pemulihan ekonomi dan membantu sektor riil dalam memperbaiki produk domestik dari sisi biaya produksi.

Selain itu juga diperlukan kebijakan yang mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya beli masyarakat serta kebijakan yang mampu memberikan jaminan sosial dan keamanan untuk kepastian dunia usaha.

Usaha Jasa Kost-Kostan di Indonesia

Tahun 2003 permintaan rumah masih menempati urutan pertama bila dibandingkan dengan permintaan properti jenis lainnya. Selain karena konsentrasi para pengembang yang membangun rumah, baik itu rumah yang tergolong menengah–atas atau menengah–bawah, kecenderungan kenaikan permintaan rumah secara nasional juga memicu stok rumah dalam usaha jasa ini.

Rencana pemerintah untuk menghapus subsidi KPR pembangunan rumah murah di tahun 2004-2005, jelas akan semakin memberatkan para pembelinya. Mengutip pendapat Ahmad Djunaidi, Direktur Utama PT Jamsostek, bahwa tersedianya dana pembiayaan pembangunan perumahan merupakan faktor utama untuk penyediaan hunian murah bagi masyarakat kelas bawah, maka diperlukanlah pembentukan Secondary Mortgage Facility (SMF).

Bila SMF ini terbentuk, menurut dia, usaha jasa asuransi, dana pensiun, dan jaminan sosial akan menangkap peluang tersebut sebagai alternatif lain portofolio investasi di samping deposito. Bagi bank pemberi KPR, terbentuknya SMF sekaligus dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan dana jangka panjang sehingga terhindar dari mismatch dalam pendanaan perumahan.

Sebagai catatan, dana investasi jangka panjang di Indonesia pada tahun 2000 berjumlah Rp 70 triliun, terhimpun dalam institusi asuransi, dana pensiun dan lembaga jaminan sosial.

Kondisi-kondisi tersebut membuka peluang bagi usaha KOST – elemen usaha jasa perumahan yang berperan sebagai penyedia alternatif kebutuhan tempat tinggal sementara (penginapan). Usaha KOST mulai dianggap prospektif terutama sejak pemberlakuan Otonomi.

Tingkat hunian KOST relatif stabil dari hotel berintang, hotel melati dan penginapan non hotel lainnya, karena posisi usahanya dapat memenuhi kebutuhan tempat tinggal pelajar, mahasiswa dan karyawan dengan fasilitas jangka menengah-panjang - mirip dengan karakter apartemen atau rumah sewaan.

Gambar .  Perkembangan Tingkat Hunian Penginapan Non Hotel

Sumber : Biro Pusat Statistik (BPS)

Perkembangan tingkat permintaan kamar KOST sedikit-banyak dipengaruhi oleh jumlah kelulusan pelajar SLTA sampai ke mahasiswa perguruan tinggi, yang terbagi tiga segmen : KOST standar, menengah dan mewah menurut faktor tarif sewa, jumlah fasilitas dan tingkat privasi yang diberikan.

Pengertian dan Klasifikasi Kost

Usaha jasa tempat tinggal dibedakan menjadi dua : tempat tinggal jangka pendek (atau sementara) dan jangka panjang (atau menetap dalam hitungan tahun) sehingga keduanya memiliki perbedaan dalam positioning usahanya. Tempat tinggal jangka panjang diisi oleh usaha jasa perumahan dalam arti sebenarnya, yaitu : pemukiman atau perumahan mewah, rumah menengah dan RS/RSS.

Tempat tinggal jangka pendek dikelompokkan berdasarkan masa menetap inap, yaitu maksimum 30 hari dan lebih dari 30 hari. Tempat tinggal yang memiliki masa inap maksimum 30 hari adalah hotel berbintang sampai dengan hotel melati dan penginapan non hotel seperti vila, wisma wisata, motel, losmen, pesanggrahan dan gubug wisata atau cottage. Usaha KOST bersaing langsung dengan apartemen sewaan, rumah kontrakan dan mess instansi yang dikomersialkan dalam kelompok tempat tinggal yang memiliki masa menetap lebih dari 30 hari.

Gambar .  Klasifikasi Jasa Tempat Tinggal

Meskipun pondok pesantren (pontren) mirip dengan KOST, tujuan penghuninya bukanlah bermotif kebutuhan tempat tinggal – melainkan dengan motif kebutuhan ibadah, sehingga bukan bagian dari usaha jasa ini. Mess instansi pun sebenarnya bukan pesaing langsung KOS, karena para penghuninya harus memiliki hubungan kerja dengan instansi tersebut agar dapat menetap di mess. Bila mess instansi ini memiliki kebijakan untuk menerima penyewa kamar dengan tarif diskriminatif (berbeda menurut luas kamar, fasilitas dan status) maka instansi ini dapat digolongkan sebagai “pesaing langsung” usaha KOST.

Sumber  daya yang mempengaruhi sisi penawaran usaha jasa jasa rumah kos adalah :

  1. Lahan, saat ini untuk mendapatkan lahan kosong seluas semakin sulit, kalaupun ada harga beli tanah akan melonjak tinggi, apalagi lokasinya relatif dekat dengan pusat-pusat keramaian.
  2. Bahan bangunan, dimana harga beberapa bahan bangunan turut berfluktuatif seiring dengan fluktuasi IDR/USD. Kualitas bahan bangunan akan mulai diperhatikan bila rumah kos termasuk dalam klasifikasi menengah - mewah.
  3. Listrik, pasokan daya listrik Indonesia dapat mencukupi kebutuhan listrik perumahan (over supply). Pasokan daya listrik ini lebih dikategorikan sebagai atribut pelayanan pelengkap, karena semua kamar pasti mendapat pasokan listrik, hanya saja jatah daya listrik yang dapat digunakan berbeda-beda menurut klasifikasi kamar (standar, menengah atau mewah). Biaya pemakaian listrik termasuk dalam biaya variabel berdasarkan kapasitas kamar KOS. Kenaikan biaya ini sensitif terhadap tingkat laba karena biaya karena alokasi biaya variabel lebih besar daripada biaya tetapnya dalam struktur biaya KOS.
  4. Pembiayaan, kredit sebagai sumber pembiayaan tambahan jasa ini belum ada secara spesifik. Kalaupun itu ada, kemungkinan besar berasal dari kredit konsumtif (misalnya : renovasi rumah atau KPR), dimana sebagian pembayaran sewa kamar kos dialokasikan sebagai angsuran kredit.

Oleh karena itu banyak pemilik usaha rumah kos berangkat dari pemanfaatkan idle capacity sebagian atau seluruh properti yang ia miliki. Dalam beberapa kasus, terdapat properti yang masih dalam sengketa digunakan sebagai tempat kos berkapasitas lebih dari 30 kamar pada segmen menengah.

Perkembangan teknologi tidak berdampak secara langsung pada usaha KOS. usaha jasa jasa, tidak seperti halnya barang elektronik yang rentan terhadap keusangan tingkat teknologi. Dampak perkembangan teknologi hanya menyentuh infrastruktur dan gaya hidup para penghuni KOST :

  1. Dampak perkembangan teknologi pada infra struktur adalah penggunaan sistem keamanan lingkungan elektronik dan saluran komunikasi yang dapat mengakses internet dengan billing system terpadu (via telepon atau kabel optik). Perkembangan ini dapat dimanfaatkan dengan pembukaan warung internet (warnet) pemasukan sampingan di luar pendapatan operasional KOST.
  2. Membanjirnya VCD/CD/MP3 player dan permainan video semacam Play Station  (PS) membuat harga barang-barang elektronik ini semakin murah sehingga memicu peningkatan kebutuhan hiburan film dan PS. Kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh pemilik KOST dengan membuka usaha sampingan rental VCD, penjualan lagu-lagu dalam format MP3 dan rental PS.
  3. Pemakaian telepon seluler (ponsel) saat ini sudah bukan merupakan barang mewah lagi, karena telah menjadi kebutuhan sehari-hari seperti layaknya telepon rumah. Masalahnya sekarang adalah, anggaran komunikasi akan mempengaruhi pertimbangan biaya pemakaian pulsa  (air time dan roaming) Perkembangan teknologi ini dapat dimanfaatkan oleh pemilik KOST dengan cara : tidak memasang telepon koin atau sejenisnya – tetapi membuka usaha pesan-antar voucher ponsel atau warung telepon (wartel) untuk interlokal ataupun ke ponsel lokal.

Karakteristik Jasa Layanan Kost-Kostan

Sebagaimana telah dibahas mengenai ruang lingkup bahasan dalam kajian usaha jasa  ini yang membatasi jenis jasa rumah kost pada jenis rumah kost yang standar, menengah, dan mewah, maka berdasarkan opini pakar karakteristik ketiga jenis jasa rumah kost tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Seluruh atau sebagian properti yang digunakan khusus sebagai jasa KOST.
  2. Berlokasi dalam radius 400 m - 1 km dari pusat keramaian yang terdekat.
  3. Periode sewa minimum kamar adalah 1 bulan.
  4. Usaha telah berjalan minimum selama 12 (dua belas) bulan.

Struktur Usaha Jasa Rumah Kost

Menurut opini pakar dan berdasarkan hasil penelitian lapangan diketahui bahwa sektor jasa rumah kostmemiliki keterkaitan erat dalam elemen atau rantai usaha jasa jasa property, Keterkaitan tersebut juga menjelaskan “siapa saja” yang menjadi elemen dalam “lingkungan usaha jasa” sektor jasa rumah kost.

Berdasarkan gambaran struktur usaha jasa pada gambar 5 berikut, jelas terlihat bahwa sektor jasa rumah kost, secara umum sangat terkait dengan tenaga listrik dan PDAM, (sebagai pemasok) serta lahan dan Bahan Bangunan. Bahkan apabila diperhatikan rantai usaha jasa jasa perumahan secara keseluruhan, juga sangat terkait dengan dukungan dari lembaga keuangan dan asuransi (kebakaran atau kerusakan) bagi rumah kost. Keterkaitan dengan pihak asuransi tersebut merupakan ketentuan yang harus dilaksanakan oleh pengusaha jasa rumah kost, karena apabila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan ada penggantian sesuai dengan polis yang diajukan.

 Gambar . Struktur usaha jasa jasa rumah kost

Menurut opini pakar didukung hasil penelitian pendahuluan, kunci kesuksesan sebuah usaha jasa rumah kost sangat ditunjang oleh kualitas layanan yang diberikan pada pengguna jasa rumah kost, baik yang bersifat  tangibles, maupun intangibles.

Penyebaran Usaha Jasa Rumah Kost

Penyebaran usaha rumah kost pada umumnya tersebar di daerah yang dekat dengan pusat-pusat keramaian, seperti pusat pendidikan, perbelanjaan, perkantoran, transportasi dan usaha jasa-manufaktur.

Semaraknya usaha ini membuat pemerintah perlu mengeluarkan PP No.65 Tahun 2001 yang mengelompokkan kost sebagai objek pajak untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan tarif pajak maksimum 10% dari uang sewa kamar – seperti pajak hotel.

Diperkirakan permintaan KOST akan tumbuh 7 – 8% per tahun, seiring dengan tingkat kelulusan pelajar dan mahasiswa, dengan rata-rata tingkat hunian tidak kurang dari 60% sehingga peluang usaha untuk mencapai titik impasnya cukup tinggi. Beberapa studi literatur dan referensi narasumber bahkan mengatakan usaha KOST adalah bisnis yang tidak akan pernah merugi.

Selain tingkat labanya yang di atas tingkat bunga deposito, lahan usaha KOST ini terjamin dengan ukuran pasar kontinyu. Segmen pasar KOST standar dan menengah adalah segmen yang merintis pembentukan pasar sampai dengan saat ini. Maka tak heran pasar didonimasi oleh kedua segmen tersebut. Disinyalir terdapat trend peningkatan KOST terjadi, khususnya, pada segmen KOST mewah.

Rumah KOST tidak lagi berbentuk rumah tinggal yang “disekat-sekat”, tetapi mengarah pada bentuk bisnis penginapan yang sebenarnya. Bahkan ada investor yang mendirikan KOST dengan nilai investasi setara dengan Hotel Melati dengan kapasitas 40 kamar atau lebih. Tak jarang para investor yang sulit mendapat izin pendirian Hotel Melati, justru menyiasatinya dengan membangun usaha KOS.

Dari mulai investasi KOST yang setara dengan nilai rumah Tipe-50, sampai dengan rumah mewah bernilai miliyaran rupiah,  jelas hal ini akan memerlukan sumber pembiayaan dari lembaga keuangan – khususnya perbankan. Bentuk pembiayaan akan mirip dengan KPR, tetapi dengan tujuan produktif.