PustakaDunia.com

Resiko Bisnis Usaha Waralaba / Franchise

Resiko Bisnis Usaha Waralaba / Franchise - Risiko bisnis merupakan kombinasi dari tantangan dan keunggulan pada suatu perusahaan yang merupakan hasil dari strategi tertentu dan ketrampilan manajemen perusahaan tersebut. Meskipun semua perusahan menghadapi risiko industri yang sama tetapi tiap-tiap perusahaan berbeda dalam mengelolanya.

Secara umum kesulitan atau hambatan yang sering terjadi dalam melaksanakan usaha waralaba (franchise) adalah disebabkan karena:

  • Soal Ketidaksamaan Visi : Sebagai franchisor visi-nya adalah membuat jaringan franchise yang baik seluas mungkin, sedangkan franchisee mau mengambil franchise cuma gara-gara punya dana lebih. Ini jelas beda, yang satu hanya sekedar punya uang lebih tapi tidak punya jiwa disitu, disisi lain pengusaha sebagai franchisor ingin mengembangkan jaringan yang terbaik, berkualitas dan standarnya semua sama, tidak hanya orang yang punya modal
  • Kesulitan Pendanaan : Mau bisnis franchise, mau memulai usaha tapi dana kurang, lantas terpikir untuk bergabung dengan yang lain tetapi yang harus diingat, belum tentu orang bekerjasama itu pola pikirnya sama, pasti ada perbedaan juga.
  • Penerimaan Pasar atau Market Acceptibility : Penerimaan pasar rendah itu akibat kesalahan membaca pasar sehingga penerimaan pasarnya rendah. Misalnya produknya terlalu baru, terlalu inovatif, atau terlalu mahal tapi target pasarnya salah jadi tidak matching, itu juga akan terjadi kesulitan.
  • Kesulitan Mencari SDM yang Sesuai dengan Bisnis Franchise tersebut : Biasanya karyawan pabrik dengan karyawan franchise memiliki mental service yang berbeda. Jadi sebagai franchise harus mencari SDM dengan mentalisme melayani karena bisnis franchise rata-rata memang adalah service providing business yang berhubungan dengan manusia.

Untuk menghindari kesulitan tersebut diatas, maka di dalam menganalisa usaha waralaba (franchise) terutama dari sisi franchisee, yang patut diperhatikan adalah risiko-risiko yang disebabkan dari internal perusahaan tersebut dan faktor eksternal yang penyebabnya adalah bukan karena internal perusahaan tetapi membawa efek yang besar terhadap perkembangan usahanya.

Adapun kerangka atau mind map yang bisa menggambarkan faktor-faktor profil risiko usaha waralaba (franchise) ini adalah sebagai berikut:

Adapun penjelasan profil risiko di atas, adalah sebagai berikut:

Profil Risiko Internal Usaha Waralaba / Franchise

Risiko yang berasal dari faktor internal, antara lain sebagai berikut:

ASPEK MANAJERIAL

Aspek Manajemen
  • Penyebab yang paling sering terjadi dalam bisnis waralaba (franchise) adalah managerial incompetence dan tidak berpengalaman.
  • Bagi franchisee, usaha franchise ini merupakan suatu cara untuk memulai usaha melalui jalan pintas tidak mulai dari nol tetapi sudah ada sistem bakunya, dibimbing dan diajarkan bagaimana menjalankan bisnis tersebut dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi.
  • Tapi itu belum merupakan jaminan kesuksesan dari franchisee, manajemen franchisee dituntut untuk bekerja keras dan tekun, mengikuti secara cermat apa yang telah dibakukan dan diajarkan, mengadakan komunikasi dan konsultasi dengan franchisor.
  • Jadi yang utama di dalam bisnis waralaba (franchise) adalah adanya konsep bisnis yang jelas dan pasti dan harus dilakukan secara standar oleh franchisee maupun franchisor.
  • Sistem pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh franchisor adalah antara lain:
    • Mewajibkan franchisee untuk memberikan laporan keuangan secara berkala (Laporan Laba/Rugi, Detail Biaya Operasi dan Report Sales Performance )
    • Franchisor melakukan audit internal atas manajerial maupun finansial dari franchisee.

Sumber Daya Manusia ( SDM )

  • Ketersediaan SDM yaitu manajer dan staf hendaknya dicermati, dan disesuaikan dengan kebutuhan. Kesuksesan suatu bisnis tergantung SDM yang solid yaitu kerja tim antara manajer dengan staf-nya
  • Proses rekruitment biasanya dilakukan oleh franshisor karena harus ada kualifikasi standar. Untuk usaha franchise pada umumnya SDM tidak dipersyaratkan yang punya pendidikan tinggi dan ketrampilan khusus, kecuali untuk posisi manajer biasanya dituntut adanya pengalaman khusus.
  • Untuk memahami sistem operasional perusahaan, maka dilakukan pelatihan yang biasanya dilakukan oleh franchisor untuk menjaga standarisasi karena bisnis waralaba (franchise) yang menjadi motto adalah produk atau jasa ditawarkan dimana saja, kualitasnya harus sama sehingga dalam bisnis waralaba (franchise) masalah mutu produk/jasa dan sistem selalu terjaga dan terdapat konsistensi atau quality assurance.
  • Pelatihan di kelas maupun praktek biasanya tidak kurang dari dua atau tiga minggu.
  • Tingkat perputaran tenaga kerja

Hal ini umumnya terkait dengan imbalan kesejahteraan yang diterima oleh karyawan dari manajemen – sistem reward & punishment (sistem penggajian sudah sesuai dengan UMR setempat, uang lembur, ketentuan cuti, bonus, hadiah lebaran/natal, promosi jabatan, atau penghargaan lainnya). Untuk usaha franchisee semuanya sudah baku mengikuti ketentuan yang berlaku di franchisor.

Aspek Operasional ( Operational Procedure )

Sistem yang harus dilakukan sudah standart, baik dari sisi:

  • Product Strategy
  • Pengadaan (sourcing)
  • Harga
  • Potongan Harga (discount)
  • Promosi

Aspek Pemasaran

Kesuksesan pemasaran dari suatu perusahaan yang paling gampang dilihat adalah dengan memperhatikan apakah reputasi perusahaan cukup baik di mata konsumennya, penjualannya terus meningkat dan tidak banyak keluhan dari pelanggannya. Untuk mencapai kesuksesan tersebut, maka faktor-faktor penting yang harus diperhatikan dalam aspek pemasaran adalah sebagai berikut:

  1. Jenis Produk/Jasa/Sistem
    1. Apakah produk, jasa dan atau sistem mempunyai consumer base yang besar serta mempunyai daya tarik bagi pelanggan untuk mau membeli lagi, serta mempunyai siklus hidup (life cycle) yang masih panjang serta mempunyai citra (image) yang baik dan dikenal.
    2. Apakah produk yang dijual punya keistimewaan dengan pesaingnya ?
    3. Bagaimana sistem penanganan dari persediaan, penjualan dan pemesanan (ordering) ?
    4. Bagaimana kontinuitas pemenuhan persediaan barang dagangan, harus disebutkan didalam perjanjian apakah harus di-supply dari franchisor atau bisa dari pihak eksternal.
    5. Bagaimana upaya untuk menjaga mutu atau standar produk ?
  2. Pasar /Pelanggan
    1. Harus jelas mengidentifikasi kelompok pelanggan utamanya sehingga ada kepastian darimana perusahaan akan memperoleh penghasilannya. Apakah target market-nya pelanggan-pelanggan individual, bisnis atau institusi atau lembaga.
    2. Harus dinilai dan dianalisa dalam hubungannya dengan geografis dan demografi, dimana kelompok pelanggan tersebut berada dan apakah akan ada perubahan atau perpindahan penduduk atau tidak.
  3. Persaingan
    1. Walaupun didalam peraturan pemerintah, dicantumkan bahwa franchisor dilarang menunjuk lebih dari satu franchisee di lokasi yang berdekatan tetapi suatu franchisee juga mengetahui dengan jelas siapa pesaing-pesaing utama untuk usaha yang sejenis, produk apa yang ditawarkan dengan harga berapa dan bagaimana mereka beroperasi dan juga berpromosi.
    2. Sebagian besar perusahaan waralaba (franchise) memberi semacam jaminan bahwa sebuah toko yang berpotensi menjadi saingan tidak akan dibuka di "wilayah waralaba (franchise) individual eksklusif". Ukuran wilayah yang dilindungi ini berbeda-beda tergantung pada demografi, kepadatan penduduk, pola perjalanan, dan populasi penduduk yang dibutuhkan untuk mendukung sebuah outletContohnya : Shop & Drive melarang franchisee membuka kegiatan usaha sejenis dalam jarak 5 (lima) kilometer.
    3. Tetapi sebenarnya ukuran wilayah bukan permasalahan pokoknya. Wilayah yang dilindungi ini harus cukup besar untuk sebuah toko bisa berhasil, tapi cukup kecil agar saingan bisa masuk.
    4. Mengetahui dengan jelas siapa pesaing-pesaing utama untuk usaha yang sejenis, produk apa yang ditawarkan dengan harga berapa dan bagaimana mereka beroperasi dan juga berpromosi.
  4. Lokasi Usaha
    1. Lokasi yang baik adalah salah satu faktor penting yang menentukan tingkat penjualan sebuah outlet retail yang memberikan akses pada sejumlah besar kelompok target pasar.
    2. Untuk itu, perusahaan waralaba (franchise) retail atau franchisor akan memberikan semacam bantuan lokasi dan/atau persetujuan untuk setiap lokasi waralaba (franchise) bagi para pemilik waralaba (franchise)-nya.
    3. Unsur-unsur lokasi yang baik selain harus sesuai dengan ketentuan Pemerintah (Kepmen No. 259/MPP/Kep/7/1997 Pasal 18), juga memperhatikan:
      1. fasilitas yang maksimum
      2. lalu lintas customer yang cukup
      3. demografi populasi yang padat
  5. Promosi

Perusahaan waralaba (franchise) yang mapan akan menawarkan paket promosi untuk memaksimalkan peluang ini. Paket promosi dan program pemasaran mengikuti program dari franchisor-nya seperti spanduk, flyers, gantungan pintu, poster, iklan.

Risiko Eksternal Usaha Waralaba / Franchise

Risiko eksternal yang berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis waralaba, antara lain sebagai berikut :

Kebijakan Pemerintah

Pemerintah menyadari pesatnya perkembangan industri waralaba akhir-akhir ini, maka kebijakan maupun ketentuan yang mengatur usaha ini terus diperbaharui. Selanjutnya ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba saat ini adalah sebagai berikut:

  • Keputusan Menteri Perdagangan RI No. 12/M-DAG/PER/3/2006 tanggal 29 Maret 2006 tentang Ketentuan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba
  • Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (STPUW) adalah bukti pendaftaran yang diperoleh penerima waralaba setelah yang bersangkutan mengajukan permohonan STPUW dan memenuhi persyaratan yang ditentukan.
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba

Kebijakan ini dikeluarkan dengan tujuan untuk menciptakan tertib usaha dengan cara waralaba serta perlindungan terhadap konsumen. Peraturan Pemerintah mensyaratkan perusahaan waralaba untuk mengungkapkan kondisi keuangan franchisor kepada calon franchisee. Alasannya sudah jelas jangan sampai kita dibohongi oleh kondisi franchisor, ternyata setelah kita mengeluarkan dana investasi ternyata franchisor berada diambang kebangkrutan.

  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

Tujuannya adalah agar usaha kecil dapat tumbuh dan berkembang, sehingga diatur bahwa apabila usaha besar atau menengah bermaksud untuk memperluas usaha dengan cara waralaba, maka harus memberikan kesempatan dan mendahulukan usaha kecil yang memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai penerima waralaba untuk usaha yang bersangkutan. Dan perluasan usaha dengan pola waralaba di Kabupaten/Kotamadya Dati II di luar ibukota propinsi hanya dapat dilakukan melalui kemitraan dengan usaha kecil yang memenuhi ketentuan tersebut.

  1. Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
  2. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
  3. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian (PDB Nasional) sangat berpengaruh terhadap perkembangan usaha waralaba, karena usaha ini sangat sensitif dengan kondisi tersebut terutama berkaitan dengan daya beli masyarakat.

Kondisi tersebut terlihat pada tahun 2006, pada saat memasuki kuartal III keadaan ekonomi mulai membaik namun daya beli masyarakat belum sepenuhnya membaik. Sektor perdagangan masih merasakan lesunya penjualan karena masyarakat belum tergerak untuk berbelanja. Baru mulai bulan September 2006 konsumsi mulai bergerak lagi sejalan dan ditanggapi dengan meningkatnya daya beli masyarakat.

Selera Masyarakat

Selera masyarakat sangat berpengaruh terhadap pola pembelian/konsumsi, dan dapat dilihat dari tanggapan pasar terhadap produk/komoditas yang bersangkutan. Tetapi selera masyarakat in juga sangat terkait dengan jumlah pendapatan konsumen dan jenis komoditas/produk yang ditawarkan. Bila masyarakat menilai bahwa produk barangnya bermutu rendah, maka permintaan mereka berkurang walaupun ada kenaikan pendapatan, tetapi kalau kualitasnya bagus pasti permintaan juga bertambah.

Risiko Karena Force Majeur (tidak terduga)

Kerusakan fisik dan aset karena kejadian luar biasa seperti kebanjiran, kebakaran, kerusuhan, gempa bumi dapat menyebabkan kerusakan secara material pada asset perusahaan. Misalnya musibah banjir awal Februari 2007 yang melumpuhkan 40% wilayah Jakarta, sehingga banyak perusahaan terpaksa ditutup beberapa hari akibat kebanjiran.