PustakaDunia.com

Penggunaan Tepung Ikan Dalam Pakan Konsentrat

Penggunaan Tepung Ikan Dalam Pakan Konsentrat Dan Pengaruhnya Terhadap Pertambahan Bobot Badan Kambing Betina. Oleh Marjuki (Nutrisi dan pakan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya). Kata kunci: tepung ikan, konsumsi pakan, efisiensi pakan, kambing. 

Enam belas ekor kambing betina tidak bunting digunakan untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung ikan dalam pakan konsentrat dan pengaruhnya terhadap konsumsi pakan dan efisiensinya. Kambing tersebut dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan bobot badan awal dan diberi pakan konsentrat sebagai perlakuan, yaitu konsentrat A yang mengandung 4,5% bungkil kedele dan 1,5% urea, dan konsentrat B, C, and D mengandung 5, 10, dan 15% tepung ikan. Masing-masing kambing diberi konsentrat sesuai dengan perlakuan sebanyak 1,5% dari bobot badan dan rumput gajah secara ad libitum hingga total pemberian pakan dalam bentuk bahan kering mencapai 3% dari bobot badan.

Penggunaan Tepung Ikan Dalam Pakan Konsentrat Dan Pengaruhnya Terhadap Pertambahan Bobot Badan Kambing Betina

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan dalam konsentrat dapat meningkatkan palatabilitas konsentrat, konsumsi pakan, kecernaan pakan, N-retensi, and berat badan. Kambing yang diberi konsentrat B, C, dan D menunjukkan konsumsi pakan lebih tinggi dibanding pemberian konsentrat A (P>0,05). Pemberian konsentrat C menunjukkan konsumsi pakan, efisiensi pakan, dan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibanding pemberian konsentrat B dan C (P>0,05).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tepung ikan dapat digunakan sebagai salah satu bahan penyusun konsentrat pada ternak ruminansia untuk meningkatkan efisiensi pakan dan pertambahan bobot badan, dengan tingkat penggunaan optimal sebanyak 10%.

UTILIZATION OF FISHMEAL IN THE CONCENTRATE AND ITS EFFECT ON DAILY WEIGHT GAIN OF FEMALE GOATS

Abstract : Sixteen adult unpregnant does were divided into four groups to evaluate the effect of feeding fishmeal in concentrate on feed intake and its efficiency. The does were given different concentrate as treatment, i.e. concentrate A containing 4.5% soy bean meal and 1.5% urea, and concentrate B, C, and D containing 5, 10, and 15% fishmeal, respectively, at level of 1.5% of body weight. In addition, adlibitum elephant grass to reach a total of feed dry matter offered at minimum of 3.0% of body weight and drinking water were given to each doe. The results showed that the use of fishmeal in concentrate improve palatability of the concentrate, feed intake and its efficiency including digestibility, N-retention, and daily weight gain for does. Does fed on concentrate B,C, and D showed better feed intake and efficiency than does fed on concentrate A (P>0.05). While does fed on concentrate C showed the lowest feed intake with moderate concentrate and forage DM ratio, higher feed efficiency and body weight gain than does fed on concentrate B and D (P>0.05). It was concluded that fish meal can be used as one of feed component in concentrate feed for ruminant (goat) to improve feed efficiency and body weight gain, with the most optimal of use of 10 % in the concentrate feed. Key words: fish meal, feed intake, feed efficiency, does.

Reproduksi merupakan kunci dalam perkembangbiakan ternak dengan bibit-bibit baru yang dihasilkan dan merupakan titik awal terjadinya proses produksi susu yang merupakan produk utama pada ternak perah. Penampilan reproduksi yang tidak baik dapat menyebabkan terjadinya pemborosan biaya pemeliharaan, rendahnya jumlah produksi anak dan susu akibat singkatnya masa produktif ternak.

Penampilan reproduksi yang buruk pada ternak potong dikhawatirkan dapat mengakibatkan ketidak-seimbangan antara jumlah pasokan bibit dan jumlah ternak yang dipotongkarena selalu meningkatnya jumlah ternak yang harus dipotong untuk memenuhi kebutuhan daging.

Berbagai faktor dapat mempengaruhi penampilan reproduksi ternak, di antaranya adalah faktor pakan dan kondisi tubuh ternak. Robinson et al. (2005) menyatakan bahwa pakan dapat berpengaruh secara langsung terhadap reproduksi ternak.

Pakan memberikan pasokan beberapa zat makanan yang dibutuhkan untuk perbaikan kondisi tubuh ternak, perkembangan oosit dan spermatozoa, proses ovulasi,
fertilisasi, perkembangan dan daya tahan embrio hingga lahir.

Pakan juga dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap reproduksi ternak, yaitu melalui sintesis hormon reproduksi yang sangat penting dalam mengatur proses reproduksi. Pryce et al. (2001); Dechow et al. (2004) melaporkan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara konsumsi pakan, kondisi tubuh, dan penampilan reproduksi pada sapi perah setelah beranak.

Hal yang sama juga dilaporkan oleh Walkden-Brown et al. (1994) bahwa pakan berpengaruh terhadap munculnya siklus estrus pada kambing setelah beranak. Zarazaga et al. (1994) melaporkan bahwa kelompok kambing betina yang diberi pakan 0,9 kg pakan konsentrat dan 0,5 kg jerami barley menunjukkan penampilan reproduksi yang lebih baik yaitu penampakan kembali aktifitas ovarium dan siklus estrus lebih cepat dan periode anestrus musiman yang lebih pendek 32 hari dibanding kelompok kambing yang diberi 0,45 kg pakan konsentrat dan 0,75 kg jerami barley.

Tepung ikan merupakan salah satu bahan pakan yang berpotensi sebagai sumber protein maupun lemak terutama asam lemak tak jenuh rantai panjang (poly­unsaturated fatty acids–PUFA) yang diketahui banyak berperan dalam memperbaiki penampilan reproduksi ternak (Ashes et al., 1992; Palmquist dan Kinsey, 1994; Spain et al., 1995). Mandell et al. (1997) melaporkan bahwa tepung ikan banyak mengandung asam lemak esensial eicosapentaenoic acid (EPA, C20:5n-3) yaitu sebanyak 5,87 g dan docosahexanoic acid (DHA, C20:6n-3) sebanyak 9,84 g/kg. Asam lemak esensial tersebut dilaporkan oleh banyak peneliti mempunyai fungsi unik dalam meningkatkan
produktivitas, kualitas produk, dan penampilan reproduksi ternak (Pike et al., 1994; Burke et al., 1997; Anonymous, 1999; Anonymous, 2001a; Anonymous, 2000).

Penelitian tentang pemberian tepung ikan dan pengaruhnya terhadap penampilan reproduksi ternak ruminansia telah banyak dilakukan pada sapi perah betina sebagaimana dilaporkan oleh Pike et al. (1994); Burke et al. (1997); Anonymous (1999). Anonymous (1999); Staples dan Thatcher (1998); Anonymous (2002) yang merangkum beberapa penelitian di Irlandia, Israel, dan Amerika Serikat melaporkan bahwa pemberian tepung ikan sebanyak 2,8 hingga 3% bahan kering ransum dapat menurunkan service per conception atau angka kebuntingan pada sapi perah, tetapi sampai saat ini masih belum ditemukan adanya literartur yang melaporkan tentang hal tersebut pada kambing betina. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini telah dicoba penggunaan tepung ikan sebagai pakan suplemen untuk meningkatkan nutrisi pada kambing betina dewasa setelah beranak dan tidak bunting.

Lokasi dan Waktu Penelitian Penggunaan Tepung Ikan Dalam Pakan Konsentrat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang pada bulan Juni sampai September 2006. Analisis proksimat kandungan bahan kering (BK), bahan organik (BO), lemak kasar (LK), dan protein kasar (PK) pada sampel pakan dan feses, serta kandungan nitrogen (N) pada sampel urin dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya, Malang sesuai dengan prosedur AOAC (1990).

Materi

Penelitian ini menggunakan 16 ekor kambing lokal betina jenis bligon atau jawa randu, yaitu jenis kambing hasil perkawinan silang secara tidak terkontrol antara kambing Etawah atau peranakannya dengan kambing kacang. Rata-rata bobot badan awal kambing tersebut adalah 33,5 + 2,6 kg dan telah beranak satu atau dua kali serta tidak dalam kondisi bunting.

Metode

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 perlakuan dan 4 kelompok kambing yang dikelompokkan berdasarkan bobot badan awal sebagai ulangan. Perlakuan tersebut adalah tingkat penggunaan tepung ikan lokal dalam pakan konsentrat, yaitu 0, 5, 10, dan 15% secara berturut-turut untuk perlakuan A, B, C, dan D. Tepung ikan yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pabrik tepung ikan mekanik di Muncar, Banyuwangi.

Tepung ikan tersebut dibuat dari bahan baku dari ikan lemuru (Sardinella longisep) utuh dan mengandung PK sebesar 61,7% BK. Masing-masing pakan konsentrat perlakuan disusun dengan menggunakan komposisi bahan pakan seperti terdapat pada Tabel 1, sedangkan hasil analisis kandungan BK, BO, PK, dan LK pada masing-masing pakan konsentrat perlakuan terdapat pada Tabel 2. 

Masing-masing kambing dalam tiap-tiap satu kelompok diberi pakan konsentrat yang berbeda dengan pakan konsentrat yang diberikan pada kelompok yang lain sesuai dengan perlakuan ditambah rumput gajah. Jumlah pakan harian dalam bentuk BK yang diberikan pada masing-masing kambing minimal sebanyak 3% dari bobot badan terdiri dari pakan konsentrat sebanyak 1,5% bobot badan dan rumput gajah adlibitum. Pakan diberikan dua kali sehari pada pukul 07.00 dan 15.00. Air minum disediakan secara ad libitum.

Variabel yang Diukur

  1. Konsumsi dan Kecernaan Pakan serta Retensi-nitrogen

Pengukuran konsumsi dan kecernaan zat makanan (BK, BO, PK, dan LK) serta retensi-nitrogen dilakukan dengan cara mengukur jumlah pakan yang diberikan, jumlah pakan sisa, jumlah feses dan urin pada masing-masing kambing. Pada saat pengukuran, sampel pakan yang diberikan, pakan sisa, feses, dan urin pada masing-masing kambing diambil untuk dianalisis kandungan zat makanannya yaitu kandungan BK, BO, PK, dan LK.

Pengukuran konsumsi, kecernaan dan retensi-nitrogen dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Pengukuran konsumsi pakan dilakukan setiap hari selama 4 bulan sedangkan pengukuran kecernaan dan retensi-nitrogen dilaksanakan setiap hari selama 10 hari pada awal, pertengahan dan akhir waktu penelitian.

Tabel 1. Komposisi bahan pakan dalam pakan konsentrat pada masing-masing perlakuan (kg/100 kg)

Bahan

A

B

Perlakuan

C

D

 

Gaplek (Manihot esculenta)

8,0

8,0

8,0

8,0

 

Bungkil kelapa (Cocos nucifera)

8,0

8,0

8,0

8,0

 

Bungkil biji kapok (Ceiba petandra)

6,0

6,0

6,0

6,0

 

Jagung (Zea mays)

5,0

5,0

5,0

5,0

 

Corn glutein feed (Zea mays)

10,0

10,0

10,0

10,0

 

Mineral*

2,0

2,0

2,0

2,0

 

Bekatul (Oryiza sativa)

40,0

38,0

36,0

34,0

 

Pollard (Triticum spp.)

15,0

14,0

13,0

12,0

 

Tepung ikan (Sardinella longisep)

0,0

5,0

10,0

15,0

 

Bungkil kedelai (Glycine max)

4,5

3,0

1,5

0,0

 

Urea

1,5

1,0

0,5

0,0

 

*) Kandungan mineral CaCO3=50,00%, P=25,00%, Mn=0,35%, I=0,20, K=0,10, Cu=0,15%, NaCl=23,05%, Fe=0,80, Zn=0,20, Mg=0,15%.

Tabel 2. Kandungan zat makanan pakan yang digunakan dalam penelitian

Bahan pakan

BK (%)

Zat makanan

BO (% BK)         PK (% BK)

LK (% BK)

Pakan konsentrat perlakuan A

87,21

86,77

16,63

4,37

Pakan konsentrat perlakuan B

87,04

86,67

16,80

4,89

Pakan konsentrat perlakuan C

86,17

85,63

16,90

5,01

Pakan konsentrat perlakuan D

86,55

86,98

16,67

5,08

Rumput gajah (Pennisetum purpureum)

17,02

81,22

10,78

3,12

Catatan : BK = bahan kering, BO = bahan organik, PK = protein kasar, LK = lemak kasar

Pertambahan Bobot Badan

Pengukuran pertambahan bobot badan dilakukan dengan cara menimbang masing-masing kambing setiap tiga minggu sekali selama 4 bulan dengan menggunakan timbangan duduk kapasitas 250 kg dengan ketelitian 0,1 kg.

Pertambahan bobot badan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis dengan sidik ragam sesuai pola Rancangan Acak Kelompok dan Uji Jarak Duncan (Steel and Torrie, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data konsumsi pakan dan efisiensi pemanfaatannya serta pertambahan bobot badan kambing yang diberi pakan konsentrat yang mengandung jumlah tepung ikan berbeda dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 3.

Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan dalam pakan konsentrat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap palatabilitas pakan konsentrat.

Penggunaan tepung ikan dalam pakan konsentrat sebanyak 5 dan 10% (masing-masing pada perlakuan B dan C) menunjukkan palatabilitas pakan konsentrat lebih tinggi dibanding pakan konsentrat yang menggunakan bungkil kedele ditambah urea (perlakuan A) dan pakan konsentrat yang menggunakan tepung ikan sebanyak 15% (perlakuan D). Hal ini ditunjukkan oleh persentase sisa pakan konsentrat pada perlakuan B dan C yaitu sebesar 1,3 + 1,2% dan 7,7 + 7,4% dari jumlah pemberian, yang lebih rendah dibanding dengan perlakuan A dan D yang masing-masing sebesar 13,9 + 12,2% dan 21,2 + 18,6%. Di samping itu persentase konsumsi BK pakan konsentrat dari total konsumsi BK pada perlakuan B dan C yaitu sebesar 63,3 + 5,5% dan 61,4 + 10,5% dari konsumsi total BK juga lebih besar dibanding pada perlakuan A maupun D yang masing-masing sebesar 58,7 + 2,7% dan 55,6 + 10,9% dari total konsumsi BK.

Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tepung ikan hingga 10% dalam pakan konsentrat tidak menyebabkan penurunan palatabilitas,namun pada penggunaan sebanyak 15 % dapat menyebabkan rendahnya palatabilitas pakan konsentrat tersebut. Kondisi ini sesuai dengan pendapat Schroeder (1999); Anonymous (2001b); Stallings (2003) bahwa tepung ikan merupakan bahan pakan yang kaya protein tetapi palatabilitasnya rendah terutama bagi ternak ruminansia karena aromanya yang tajam sehingga penggunaannya di dalam pakan harus dibatasi 

Tabel 3. Rata-rata parameter konsumsi, kecernaan, retensi-nitrogen, pertambahan bobot badan dan konversi pakan kambing yang diberi pakan konsentrat yang mengandung jumlah tepung ikan berbeda

Parameter

 

Tepung ikan

 

0%

5%

10%

15%

Sisa konsentrat (% dari jumlah pemberian)

13,9 + 12,2c

1,3 + 1,2 a

7,7 + 7,4b

21,2 + 18,6d

Konsumsi :

 

 

 

 

- BK konsentrat (% dari konsumsi BK total)

58,7 + 2,7

63,3 + 5,5

61,4 + 10,5

55,6 + 10,9

- BK total (% dari bobot badan)

2,44 + 0,20

2,66 + 0,11

2,35 + 0,29

2,50 + 0,13

- BK total (g/kg BB0.75/hari)

60,57 + 3,35

65,32 + 3,03

58,54 + 6,58

61,34 + 3,94

- BO total (g/kg BB0.75/hari)

51,26 + 2,74

55,44 + 2,54

49,44 + 5,20

52,04 + 3,26

- PK total (g/kg BB0.75/hari)

8,83 + 0,41

9,69 + 0,29

8,84 + 0,63

8,89 + 0,67

- LK total (g/kg BB0.75/hari)

2,38 + 0,09

2,84 + 0,09

2,68 + 0,16

2,65 + 0,25

- BO tercerna total (g/kg BB0.75/hari)

35,83 + 1,51

36,15 + 4,47

34,71 + 2,58

36,69 + 5,68

Kecernaan :

- BK (%)

64,6 + 1,6

61,2 + 4,5

64,4 + 2,3

65,7 + 5,9

- BO (%)

69,9 + 1,6

65,2 + 5,0

70,2 + 2,3

70,5 + 6,6

- PK (%)

81,2 + 1,4

79,0 + 3,5

82,2 + 1,9

80,2 + 3,7

- LK (%)

79,5 + 3,0

81,0 + 0,6

83,6 + 2,7

83,9 + 2,8

Retensi-nitrogen (% dari konsumsi N total)

66,9 + 0,2

69,4 + 7,1

69,9 + 8,0

65,0 + 9,9

PBB (g/ekor/hari)

71,8 + 12,6

78,4 + 18,5

86,5 + 36,4

86,4 + 23,3

Konversi pakan (kg BK pakan/kg PBB)

13,3 + 2,9

12,7 + 2,4

8,6 + 1,1

10,9 + 2,6

 Keterangan : Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Walaupun tidak menunjukkan perbedaan secara nyata pada parameter konsumsi pakan dan efisiensi pemanfaatannya yang meliputi kecernaan, retensi-nitrogen, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan, kambing yang diberi pakan perlakuan B, C, dan D menunjukkan nilai lebih baik dibanding pada kambing yang diberi pakan kontrol (A) (Tabel 3). Hal ini sesuai dengan pendapat Hussein dan Jordan (1991); Grigsby et al. (1999); Rocha et al. (1995) yang melaporkan bahwa subtitusi bungkil kedele atau kombinasi bungkil kedele dan urea dalam pakan dengan tepung ikan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan lebih tinggi dan konversi pakan lebih baik.

Tepung ikan mempunyai kualitas lebih baik dibanding bungkil kedele maupun kombinasi bungkil kedele dan urea, terutama jika dilihat dari daya tahan proteinnya terhadap degradasi oleh mikroba dalam rumen dan kandungan serta kualitas asam amino dan asam lemaknya (Hussein dan Jordan, 1991). Rocha et al. (1995) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan pakan sumber ruminally undegradable protein (RUP) dan kaya lisin dan methionin yang merupakan dua asam amino pembatas (limiting amino acids) pada ternak ruminansia.

Menurut Barlow dan Windsor (1983) bahwa tepung ikan secara umum mengandung protein tinggi yaitu antara 60,4 – 72,0%. Blauwiekel et al. (1992) melaporkan bahwa tepung ikan umumnya mengandung RUP lebih dari 70% sedangkan bungkil kedele mengandung RUP kurang dari 45% dan tepung ikan dapat memasok lisin dan methionin masing-masing dua dan empat kali lipat lebih besar dibanding bungkil kedele.

Di samping sebagai sumber protein atau asam amino, tepung ikan juga merupakan sumber asam lemak yang berkualitas baik. Menurut Palmquist dan Kinsey (1994); dan Spain et al. (1995) bahwa tepung ikan mengandung lemak sekitar 8–10%, dimana 2/3 bagiannya adalah berupa asam lemak tidak jenuh rantai panjang (poly unsaturated fatty acids atau PUFA), termasuk di dalamnya adalah asam lemak Omega 3 yaitu Eicosapentaenoic acid (EPA, C20:5n-3) dan Docosahexanoic acid (DHA, C20:6n-3).

Kandungan lemak yang cukup tinggi dalam tepung ikan dapat meningkatkan kandungan energi dalam pakan, sedangkan kandungan asam lemak esensiil dan asam lemak Omega 3 dan 6 dalam tepung ikan dilaporkan mempunyai fungsi unik dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas produk ternak serta meningkatkan penampilan reproduksi ternak (Pike et al., 1994; Burke et al.,1997; Anonymous,1999; Anonymous, 2001b).

Di antara perlakuan B, C, dan D, kambing yang diberi perlakuan C yaitu penggunaan tepung ikan sebanyak 10% dalam pakan konsentrat atau yang setara dengan 4­5% dalam ransum dengan imbangan BK hijauan dan pakan konsentrat sebesar  60:40 menunjukkan konsumsi pakan yang paling rendah dengan imbangan konsumsi BK pakan konsentrat dan hijauan yang sedang, tetapi menunjukkan efisiensi pemanfaatan pakan yang meliputi kecernaan, retensi-nitrogen, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan paling baik dibanding perlakuan B dan D atau penggunaan tepung ikan sebanyak 5 dan 15% dalam pakan konsentrat. Mandell et al. (1997) melaporkan bahwa sapi yang diberi pakan mengandung tepung ikan 5% menunjukkan konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan lebih tinggi dibanding pada sapi yang diberi pakan dengan 10% tepung ikan. Pike et al. (1994); Burke et al. (1997) juga melaporkan bahwa pemberian tepung ikan sebanyak-banyaknya 3% bahan kering pakan terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan, penampilan reproduksi dan kebuntingan, serta persistensi dan jumlah produksi susu. Demikian juga dengan Anonymous (2000) yang melaporkan bahwa pemberian tepung ikan dalam pakan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan pada sapi jantan yang diberi pakan dasar silase jagung. Dua hasil percobaannya menunjukkan bahwa penambahan tepung ikan sebanyak 50, 100, dan 150g per kg bahan kering silase jagung dapat meningkatkan pertambahan bobot badan antara 24 hingga 58% dan nilai pertambahan bobot badan tersebut lebih tinggi dibanding biaya yang dikeluarkan untuk penambahan tepung ikan. Sanderson et al. (1992) yang dikutip oleh Anonymous (2000b) melaporkan bahwa pemberian pakan yang mengandung tepung ikan sebanyak 170, 360 dan 540g per ekor per hari pada sapi potong berturut-turut dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sebanyak 30, 43, dan 58% lebih tinggi dibanding pada sapi potong yang diberi pakan kontrol yaitu pakan yang tidak mengandung tepung ikan.

KESIMPULAN
  1. Penggunaan tepung ikan dalam pakan konsentrat dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dan pertambahan bobot badan pada kambing.
  1. Tingkat penggunaan tepung ikan dalam pakan konsentrat kambing atau ternak ruminansia yang paling efisien adalah sebanyak 10 kg dalam 100 kg pakan konsentrat atau jika imbangan BK hijauan dan pakan konsentrat dalam ransum sebesar 60:40 maka jumlah penggunaan tepung ikan tersebut setara dengan 4-5 kg tepung ikan dalam 100 kg BK ransum.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2000. Feed fishmeal to growing beef cattle for cost-effective extra weight gain and leaner carcasses. Fishmeal Information Network (FIN). Press Release-12, 26 June 2000. 4 The Forum, Minerva Business Park, Peterborough, Cambridgeshire. PE2 6FT.

Anonymous. 2001a. Advisory Committee on Animal Feedingstuffs (ACAF). The use of fish meal in animal feeds. 8th Meeting of ACAF 28 February 2001. Agenda Item 3. London.

Anonymous. 2001b. Fish meal, Menhaden. Ingredients 101.com. PO. Box 420, Grafton, WI 53024.

Anonymous. 2002. Advantages of using fish meal in animal feeds : Nutritional attributes : maintenance of health and welfare of the animal, improved quality products. IFFO, International Fishmeal and Fish Oil Organisation. 2002. College Yard, Lower Dagnall Street, St. Albans, Hartfordshire, Al3 4PA.

Anonymous.1999. Feeding fish meal improves cow fertility. Fishmeal Information Network (FIN). Nutritional Paper 4. 4 The Forum, Minerva Business Park, Peterborough, Cambridgeshire. PE2 6FT, UK.

Ashes, J.R., B.D. Sieber, S.K. Gulati, A.Z. Cuthbertson, and T.W. Scott. 1992. Incorporation of n-fatty acids of fish oil into tissue and serum lipids of ruminants. Lipids. 27 (8) : 629-631.

AOAC, Association of Official Analytical Chemists. 1990. Official Methods of Analysis. 15th Edition. Washington, DC., USA. 

Barlow, S.M. and M.L. Windsor. Fishery by-products. In “CRC Handbook of Nutritional Supplements”. M. Rechcigl, Jr. (Ed.) Volume II. Agricultural Use. CRC Press, Inc., Boca Raton, FL. pp. 253-272.

Blauwiekel, R., S. Xu, and J. H. Harrison. 1992. The use of cereal grains and by-product feeds to meet the amino acid requirements of dairy cattle. In: Proc. 27th Pacific Northwest Animal Nutrition Conference. Spokane, WA. pp 225-236.

Burke, J.M., C.R. Staples, C.A. Risco, R.L. De La Sota, and W.W. Thatcher. 1997. Effect of feeding a ruminant grade Manhaden fish meal on reproductive and productive performance of lactating dairy cows. J. Dairy Sci. 80 : 3386­3398.

Dechow, C.D., G.W. Rogers, L. Klei, T.J. Lawlor, and P.M. VanRaden. 2004. Body Condition Scores and Dairy Form Evaluations as Indicators of Days Open in US Holsteins. J. Dairy Sci. 87:3534-3541.http://jds.fass.org/cgi/reprint/87  /10/3534 [19 Agustus 2008]

Grigsby, K.N., F. M. Rouquette, Jr., W.C. Ellis, and D.P. Hutche­son. 1999. Use of self-limiting fish meal and corn supplements for calves grazing rye-ryegrass pastures. J. Prod. Agric. 4 : 476-485.

Hussein, H.S., and R.M. Jordan. 1991. Fish meal as a protein supplement in ruminant diets. A Review. J. Anim. Sci. 69 : 2147-2156.

Mandell, I.B., J.G. Buchanan-Smith, B.J. Halub, and C.P. Campbell. 1997. Effects of fish meal in beef cattle diets on growth performance, carcass characteristics, and fatty acid composition of longissimus muscle. J. Anim. Sci. 75 : 910­919.

Palmquist, D.L., and D.J. Kinsey. Lypolysis and biohydrogenation of fish oil by ruminal microorganisms. J. Dairy Sci. 77. Supplement 1 : 350-357.

Pike, I.H., E.L. Miller, and K. Short. 1994. The role of fish meal in dairy cow feeding. IFOMA Technical Bulletin 27 (August 1994). IFOMA, St Albans, Hertfordshire, UK.

Pryce, J.E., M.P. Coffey, and G. Simm. 2001. The relationship between body condition score and reproductive performance. J. Dairy Sci. 84:1508–1515.

Robinson, J.J., C.J. Ashworth, J.A. Rooke, L.M. Mitchell, and T.G. McEvoy. 2005. Nutrition and fertility in ruminant livestock. Elsevier B.V. All Rights Reserved. Amsterdam.

Rocha, A., M. Carpena, B. Triplett, D.W. Forrest, and R.D. Randel. 1995. Effect of Ruminally Undegradable Protein from Fish Meal on Growth and Reproduction of Peripuberal Brahman Bulls. J. Anim. Sci. 73 : 947-953.

Schroeder, J.W. 1999. By-products and regionally available alternative feedstuffs for dairy cattle. North Dakota State University (NDSU) Extension Service. Bulletin AS-1180.

Spain, J.N., C.E. Polan, and B.A. Watkins. 1995. Evaluating effects of fish meal on milk fat yield of dairy cows. J. Dairy Sci. 78 : 1142-1153.

Stallings, C.C. 2003. Consider these maximums and remember combinations when formulating rations. Department of Dairy Science.         Virginia        Tech,
Blacksburg. Vol. 24, No. 4. http://www.ext.vt.edu/news/periodicals/dairy/                    2003- 04/apr03.pdf. February 12, 2007.

Staples, C.R., and W.W. Thatcher. 1998. Fat supplementation may improve fertility of lactating dairy cows. Dairy and Poultry Sciences  Department, University of Florida. Florida.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1980. Principles and Procedure of Statistics. 2nd Ed. Mc. Graw Hill International Book Co. Singapore.

Walkden-Brown, S.W., Restall, B.J., Norton, B.W., Scaramuzzi, R.J., Martin, G.B. 1994. Effect of nutrition on seasonal patterns of LH, FSH and testosterone concentration, testicular mass, sebaceous gland volume and odour in Australian cashmere goats. J. Reprod. Fertil. 102, 351–360.

Zarazaga, L.A., Guzm´an, J.L., Dom´ınguez, C., P´erez, M.C., Prieto, R. 2004. Effect of plane of nutrition on seasonality of reproduction in Spanish Payoya goats. Animal Reproduction Science (2004). Article in Press. http://www.uco.es/organiza/dep  artamentos/prod-animal/economia/aula/img/ datos/15_04_13_ANIM.REPRO D._SCI._ SEASONALITY_IN_GOATS.pdf . August, 12, 2008.