PustakaDunia.com

Analisis Harga Pokok Produksi Dalam Penetapan Harga Jual Konsentrat

Analisis Harga Pokok Produksi Dalam Penetapan Harga Jual Konsentrat. 

(Studi Kasus di Unit Pengolahan Pakan (UPP) Koperasi Peternakan Bandung Selatan
(KPBS) Pangalengan Jawa Barat) oleh Faradilla Anggraeni, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Dadi Suryadi Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran , dan Anita Fitriani Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran,   Fakultas Peternakan Universitas PadjadjaranJalan Raya Bandung Sumedang KM 21 Sumedang 45363.

ANALYSIS OF PRODUCTION COST IN DECISION MAKING OF SELLING PRICE ON FEED CONCENTRATE. (Case Study in Feed Processing Unit (UPP) of South Bandung Livestock Cooperative (KPBS) Pangalengan Jawa Barat)

ABSTRAK : Analisis Harga Pokok Produksi Dalam Penetapan Harga Jual Konsentrat

Penelitian mengenai Analisis Harga Pokok Produksi dalam Penetapan Harga Jual Konsentrat telah dilaksanakan pada Bulan Maret 2014 di Unit Pengolahan Pakan (UPP) Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) yang terletak di Kampung Sukamenak Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui harga pokok produksi dan strategi penetapan harga jual konsentrat pada UPP KPBS Pangalengan. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Responden dalam penelitian ini meliputi pengelola UPP dan pengurus KPBS. Metode analisis yang digunakan adalah metode full-costing dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (a) Harga pokok produksi konsentrat utama (RC Regular) yang dihasilkan UPP KPBS sebesar Rp 2.390,- per kilogram (b) Strategi penetapan harga jual konsentrat didasarkan pada kesepakatan hasil Rapat Anggota Tahunan (RAT) meskipun biaya pokok lebih tinggi dari harga jual, sehingga secara tidak langsung KPBS memberikan subsidi bagi anggota yang membeli pakan tersebut.

Kata kunci: Harga Pokok Produksi, Strategi Penetapan Harga Jual, Konsentrat

ABSTRACT : Analisis Harga Pokok Produksi Dalam Penetapan Harga Jual Konsentrat

The study of Analysis of Production Cost in Decision Making of Selling Price on Feed Concentrate has been conducted in March 2014 at Feed Processing Unit (UPP) of South Bandung Livestock Cooperative (KPBS) which located in Sukamenak, Margamukti Village, Pangalengan District, Bandung Regency, West Java Province. The research is aim to find out production cost and strategy on decision making of selling price on feed concentrate in UPP KPBS Pangalengan. The method used is case study. Respondents in this research are manager of both UPP and KPBS. Analysis method used are full-costing method and descriptive analysis. The research shows that: (a) Production Cost of RC Regular, an ultimate feed concentrate made by the firm, is 2.390 Rp per kg (b) The strategy is based on compromise resulted in Annual Meeting (RAT) although production cost is lower than selling price, so as to give indirect subsidy for the farmer who uses the feed concentrate.

Keywords: Production Cost, Strategy of Selling Price, Feed Concentrate

Keberhasilan usaha peternakan sapi perah bergantung terhadap input produksi yang digunakan, salah satunya dalam penggunaan pakan konsentrat. Konsentrat dapat dikatakan sebagai pakan pelengkap bagi sapi perah karena mampu memenuhi gizi yang tidak terkandung dalam hijauan.

Penggunaan konsentrat dapat memberikan pengaruh terhadap produksi susu. Sepanjang penggunaan konsentrat memberikan hasil produksi yang lebih menguntungkan untuk usaha peternakannya, peluang peternak untuk menggunakan konsentrat akan dilakukan secara berkelanjutan. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya industri pakan yang khusus memproduksi konsentrat dapat membantu pengembangan industri persusuan.

Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) sebagai suatu lembaga koperasi memiliki peran untuk memberikan pelayanan bagi peternak anggotanya. Salah satu bentuk pelayanannya yaitu dalam pengadaan kebutuhan pakan ternak yang ditujukan untuk anggotanya di wilayah Pangalengan dan sekitarnya. KPBS memfasilitasi peternak dengan menyediakan pakan konsentrat melalui pendirian Unit Pengolahan Pakan (UPP).

Agar dapat berproduksi, UPP memerlukan faktor produksi untuk diolah. Namun dalam penyediaannya, UPP dihadapkan pada kendala harga input dan output produk. Pada satu sisi input bahan pembuat konsentrat dibeli sesuai dengan harga pasar, dan pada sisi lain UPP KPBS harus menjual output konsentrat siap konsumsi pada harga yang disesuaikan dengan kemampuan peternak. Maka dari itu UPP KPBS harus mampu menyiasati kendala yang ada sehingga kedua belah pihak dapat saling mendukung satu sama lain demi terjalinnya kerjasama yang baik dalam mencapai kesejahteraan bersama.

Harga jual produk yang ditetapkan oleh UPP KPBS merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan anggota untuk menggunakan produknya. Penetapan harga jual produk dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya dengan menghitung harga pokok produksi sehingga UPP KPBS dapat memperhitungkan keuntungan yang akan diperoleh dari penjualan konsentrat.

Selain itu, UPP KPBS juga harus memiliki strategi yang baik dalam menetapkan harga jual konsentrat agar koperasi dapat memberikan pelayanan optimal dalam rangka membangun industri persusuan berkelanjutan dengan risiko usaha sekecil mungkin.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis harga pokok produksi konsentrat dan mengetahui strategi penetapan harga jualnya. Informasi yang diperoleh dapat dijadikan referensi khususnya pada industri pakan lainnya dalam memproduksi konsentrat.

Penelitian ini telah dilaksanakan selama bulan Maret 2014, di Unit Pengolahan Pakan (UPP) Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) yang terletak di Kampung Sukamenak, Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat.

OBJEK DAN METODE

  1. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah harga pokok produksi, harga jual dan strategi penetapan harga jual konsentrat yang terjadi di UPP KPBS Pangalengan.

  1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus adalah pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu (Bogdan dan Bicklen, 1982). Responden dalam penelitian ini adalah pengelola UPP KPBS Pangalengan. Pengambilan responden untuk pengelola UPP KPBS dilakukan dengan cara purposive sampling yang merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2001), sehingga responden yang dipilih adalah manajer, staf bagian keuangan dan bagian distribusi.

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder yang diambil sesuai dengan waktu penelitian yaitu selama 30 hari pada bulan Maret 2014. Data primer adalah data yang dikumpulkan dengan cara peninjauan langsung di UPP untuk mendapatkan gambaran yang sesungguhnya tentang kegiatan dan pembiayaan produksi konsentrat.

Konsentrat yang dihasilkan pada periode produksi Maret 2014 adalah konsentrat jenis regular dan tidak ada konsentrat jenis lain yang diproduksi. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung yang berpedoman pada daftar pertanyaan (panduan wawancara) kepada pengelola UPP dan pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian serta melakukan observasi langsung mengenai kegiatan produksi dan penjualan konsentrat regular di UPP.

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari laporan kegiatan produksi dan penjualan konsentrat regular di UPP. Teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan mengumpulkan data kepustakaan yaitu mencari sumber informasi melalui buku-buku literatur ilmiah yang berkaitan dengan teori yang relevan bagi permasalah yang menjadi fokus studi dan menelusuri penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh orang lain.

  1. Model Analisis

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode full-costing untuk menghitung harga pokok produksi dan analisis deskriptif untuk mengetahui strategi penetapan harga jualnya. Menurut Mulyadi (2009) metode full-costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kepada produk, yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku variabel maupun tetap.

Metode full-costing merupakan metode yang baik untuk digunakan pada manajemen produksi dalam membuat keputusan jangka panjang karena metode ini memperhitungkan biaya overhead yang bersifat tetap kedalamnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Karakteristik Unit Pengolahan Pakan (UPP)

KPBS mempunyai sebuah Unit Pengolahan Pakan (UPP) sebagai salah satu bentuk pelayanan koperasi terhadap anggotanya dalam memenuhi kebutuhan pakan ternak sapi perah milik anggota. UPP berupa industri pengolahan pakan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas diantaranya pos keamanan, kantor, dan gudang sebagai tempat penyimpanan sekaligus pengolahan bahan baku hingga diperoleh produk jadi.

Pada awalnya UPP ini bernama Pabrik Makanan Ternak (PMT) yang terletak di Kota Cirebon, tetapi pada bulan Agustus 2013 KPBS merelokasikan PMT ke daerah Pangalengan dengan berganti nama menjadi UPP. UPP tetap mempunyai fungsi yang sama dengan PMT yaitu memproduksi konsentrat yang diberi nama RC (Ransum Cirebon). RC yang diproduksi PMT diberi merk dagang RC 120 tetapi saat ini RC 120 lebih dikenal dengan RC Regular. RC Regular masih merupakan produk utama UPP yang memiliki kandungan protein sebesar 13-14% per kilogram. Dalam rangka peningkatan produksi susu sapi, pada tahun 2013 UPP KPBS melakukan pendampingan melalui penyediaan konsentrat yang lebih tinggi kandungan proteinnya dengan harga diatas RC Regular yang diberi nama RC Premium.

UPP merupakan salah satu unit usaha dari delapan unit usaha yang dimiliki KPBS Pangalengan (Laporan Tahunan KPBS, 2013). Dalam melaksanakan kegiatan organisasinya, UPP tetap berada dalam pengawasan pengurus KPBS yang dipilih dalam rapat anggota tahunan, sedangkan sistem operasionalisasi produksinya bersifat semi otonom yang dilakukan oleh manajer bersama staf UPP. UPP dipimpin oleh seorang manajer yang dibantu oleh konsultan dalam melaksanakan tugasnya. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, manajer dibantu oleh dua orang kepala bagian Produksi yang dalam kegiatan produksinya meliputi operator mesin, maintenance service (MS), dan pekerja harian. Seluruh kegiatan produksi juga tidak lepas dari bantuan karyawan bagian Administrasi dan Keuangan (ADM) dalam pelaksanaannya. Kegiatan produksi konsentrat di UPP terdiri dari tiga tahap proses pembuatan yaitu persiapan bahan baku, pencampuran bahan baku dan pengemasan.

  1. Ransum Cirebon Regular

(1) Proses Produksi

Perencanaan produksi dibuat berdasarkan permintaan anggota. Umumnya pasokan konsentrat masih terfokus untuk memenuhi kebutuhan pakan untuk ternak yang dimiliki anggota koperasi setiap harinya. Konsentrat hasil produksi UPP dibuat dengan menggunakan unit mesin. Mesin pengolahan konsentrat di UPP terdiri dari beberapa bagian yang menjadi satu kesatuan mesin semi otomatis. Sesuai pernyataan Siregar (1994) bagian utama yang harus terdapat pada mesin pengolahan konsentrat adalah mixer. Adapun bagian-bagian dalam mesin pengolahan konsentrat di UPP adalah Intake, Hammer mill, Bucket elevator, Bin, Ribbon mixer, Vertical mixer, Vibro, Drum sieve, Hoper, Spout magnet, Kontrol panel dan Timbangan. Sebelum proses produksi dimulai, langkah pertama yang dilakukan adalah memeriksa kesiapan mesin dan mengoperasikan mesin. Hal ini dilakukan oleh staf bagian maintenance service (MS) dan bagian operator mesin. Pemeriksaan mesin dilakukan secara menyeluruh mulai dari bucket elevator, hammer mill dan mixer. Persiapan mesin ini dilakukan agar saat proses produksi berlangsung tidak mengalami hambatan yang dapat berdampak kerugian bagi pihak pengelola karena tidak bekerjanya salah satu alat atau mesin saat produksi berlangsung.

1) Persiapan Bahan Baku

Adapun jenis-jenis bahan baku yang digunakan UPP untuk memproduksi RC Regular beserta daerah sumber perolehannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Daftar dan Daerah Sumber Bahan Baku

Bahan Baku                                 Asal Bahan Baku

Dedak Padi                                    Cirebon, Indramayu, dan Kuningan

CF (Coconut Fermentation)            Pasuruan (Jawa Timur)

Bungkil Kopra                               Jawa, Jambi, dan Riau

Wheat Pollard/Bran                        Jakarta

Onggok                                          Lampung

Mineral                                          Bandung

Garam                                            Cirebon

Kalsium                                         Cirebon dan Padalarang

Bungkil Sawit                                 Jawa

Kulit Biji Coklat                             Bandung

Sumber: UPP KPBS Pangalengan, 2014.

Bahan baku yang akan diolah, ditimbang dahulu sesuai dengan formulasi kemudian diangkut dari tempat penyimpanan menggunakan forklift manual menuju intake (lubang curah). Bahan baku yang akan dimasukan ke dalam intake harus disesuaikan dengan karakter bahan karena terdapat dua jenis intake yang memiliki kegunaan berbeda. Intake A dikhususkan untuk jenis bahan baku yang memiliki tekstur keras atau kasar sehingga perlu diproses terlebih dahulu di dalam bin 7 oleh mesin hammer mill, sedangkan intake B digunakan untuk jenis bahan baku dengan tekstur halus yang tidak memerlukan proses grinding (penggilingan).

  • Pencampuran Bahan Baku

Bahan baku yang masuk ke dalam intake B adalah dedak padi, CF, bungkil sawit, pollard (wheat dan bran), onggok dan bahan campuran sedangkan bungkil kopra masuk ke dalam intake A. Bahan campuran adalah bahan yang terdiri dari jenis-jenis bahan baku dengan persentase kecil dalam formula ransum seperti garam, kalsium dan mineral yang dicampur menggunakan ribbon mixer selama 15 menit sebelum dimasukkan ke dalam intake B. Kemudian bahan dialirkan oleh bucket elevator menuju bin yang berbeda sesuai jenis bahan yang masuk ke dalam intake dengan melalui tahap penyaringan terlebih dahulu. Pada tahap penyaringan, drum sieve dan spout magnet berperan untuk memisahkan bahan dari material asing yang dapat membahayakan kondisi ternak yang mengonsumsinya.

Terdapat 6 bin yang masing-masing diisi oleh bahan yang berbeda-beda. Dedak padi masuk ke bin 1, CF/bungkil sawit ke bin 2, bahan campuran ke bin 3, bungkil kopra ke bin 4, pollard ke bin 5, dan onggok ke bin 6. Pada setiap bin dilengkapi dengan sensor yang berfungsi sebagai indikator bahwa bin tersebut terisi atau kosong dan pada bagian luar bin 1 dan 2 terdapat vibro yang menempel di dinding bin.

Selanjutnya dilakukan proses penimbangan, setiap bahan yang telah terisi di tiap-tiap bin akan dialirkan ke dalam timbangan sesuai dengan persentase berat bahan yang telah ditentukan dalam formulasi. Formulasi yang ditetapakan UPP bersifat tidak tetap karena faktor ketersediaan bahan baku yang tidak selalu tersedia. Sistem perhitungan penimbangan tidak dilakukan dengan mengulang dari nol akan tetapi dilanjutkan dengan jumlah bahan selanjutnya yang akan ditimbang. Apabila semua bahan telah ditimbang dengan jumlah total berat keseluruhan bahan baku mencapai satu ton maka proses selanjutnya yaitu pencampuran terakhir dapat dilakukan.

Seluruh bahan dari setiap bin dicampur di dalam vertical mixer yang berkapasitas 1,5 ton. Hasil pencampuran tersebut (konsentrat) lalu dialirkan ke hoper sebagai tempat penampung sementara dan selanjutnya dialirkan dan disimpan ke dalam bin 8 dan 9. Jika konsentrat sudah masuk ke bin 8 dan 9 maka konsentrat sudah siap untuk di kemas.

  • Pengemasan Konsentrat

Sebelum dilakukan pengemasan terlebih dahulu disiapkan karung, timbangan, mesin jahit karung, dan sekop untuk menambah atau mengurangi konsentrat saat ditimbang. Sesuai dengan pernyataan Boone dan Kurtz (2002) pengemasan produk konsentrat dengan karung bertujuan untuk melindungi produk dari kerusakan dan mempermudah proses distribusi. Karung yang digunakan untuk kemasan harus sudah diberi stempel (cap) atau berupa label sebelum diisi konsentrat. Label atau cap terdiri dari tanggal produksi dan bagian shift produksi (pagi atau siang). Tujuan pemberian label tersebut agar konsumen mengetahui tanggal produksi dan lama waktu simpan konsentrat sampai menjadi rusak.

Pengisian konsentrat ke dalam karung dilakukan dengan cara meletakan mulut karung dibawah corong bin 8 atau 9 yang terisi konsentrat, kemudian pintu corong dibuka secara manual sehingga ransum keluar dan tertampung dalam karung. Takaran konsentrat setiap karungnya sebanyak 40 kg, setelah ditimbang dan mencapai bobot tersebut lalu karung ditutup dan dijahit. Konsentrat siap untuk didistribusikan ke konsumen.

(2) Harga Pokok Produksi

  • Biaya Bahan Baku

Dalam manajemen pengendalian bahan baku UPP menggunakan sistem first in first out (FIFO) sehingga penyusutan bahan baku dapat diminimalisir. UPP juga menggunakan metode first in first out (FIFO) dalam menentukan harga pokok bahan baku. Adapun bahan baku yang digunakan pada saat periode produksi Maret 2014 antara lain dedak padi, CF (Coconut Fermentation), bungkil kopra, bungkil sawit, pollard, onggok, mineral, garam, kalsium, dan kulit biji coklat. Kuantitas yang digunakan untuk setiap jenis bahan berbeda-beda disesuaikan dengan formulasi yang sudah ditetapkan pihak manajemen UPP. Maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut, biaya yang dikeluarkan selama satu periode produksi sebesar Rp 3.639.077.800,- dengan jumlah RC yang dihasilkan sebanyak 1.599.000 kg atau 1.599 ton.

  • Biaya Tenaga Kerja Langsung

Mulyadi (2009) mendefinisikan tenaga kerja langsung adalah semua karyawan yang secara langsung ikut serta memproduksi produk jadi, yang jasanya dapat diusut secara langsung pada produk, dan yang upahnya merupakan bagian yang besar dalam memproduksi produk. Karyawan yang menjadi tenaga kerja langsung di UPP adalah karyawan bagian produksi yang terdiri dari pekerja harian, operator mesin dan maintenance service. Pada periode produksi Maret 2014 kegiatan produksi melibatkan 43 orang pekerja harian, 2 orang operator mesin, dan 3 orang maintenance service. Maka total biaya yang dikeluarkan UPP untuk seluruh tenaga kerja langsung adalah Rp 41.045.500,-/bulan.

  • Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead pabrik adalah biaya selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung yang digunakan dalam proses produksi. Menurut Mardiasmo (1994) secara umum biaya overhead pabrik tersebut ada yang bersifat tetap dan variabel. Adapun biaya overhead pabrik yang bersifat tetap pada usaha pembuatan konsentrat sapi perah di UPP meliputi:

  • Bangunan

Biaya bangunan berupa biaya penyusutan bangunan yang terdiri dari gudang, pos timbangan dan kantor. Biaya ini menghabiskan dana sebesar Rp 12.740.000,- per bulan. Dalam hal ini, UPP tidak memperhitungkan biaya pemeliharaan bangunan karena biaya tersebut sudah dikategorikan ke dalam biaya penyusutan, sedangkan untuk biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sampai saat ini UPP belum memperhitungkan nilai PBB ke dalam harga pokok produksi.

  • Mesin Produksi

Biaya untuk mesin produksi merupakan biaya penyusutan mesin. Biaya penyusutan mesin yang dikeluarkan UPP setiap bulannya sebesar Rp 8.900.000,-. UPP tidak memperhitungkan biaya pemeliharaan mesin karena biaya tersebut sudah dikategorikan ke dalam biaya penyusutan.

  • Peralatan produksi

Peralatan yang digunakan UPP dalam kegiatan produksinya antara lain pallet kayu, gancu, sekop, mesin jahit karung, forklift manual, timbangan dan belt conveyor. Biaya yang dikelurakan UPP sebesar Rp 1.000.000,- per bulan untuk anggaran biaya pemeliharaan peralatan tersebut.

  • Kendaraan

Biaya kendaraan meliputi biaya penyusutan kendaraan dan biaya untuk pemeliharaan kendaraan. Kendaraan operasional yang digunakan UPP untuk mendistribusikan konsentrat ke seluruh TPK (Tempat Pelayanan Koperasi) terdiri dari 2 unit truk berkapasitas 10-12 ton (jenis Fuso) dan 4 unit truk berkapasitas 6-7 ton (jenis Colt Diesel). Biaya untuk pemeliharaan kendaraan berupa biaya penggantian oli yang secara rutin dikeluarkan UPP sebesar Rp 2.380.000,-, sedangkan untuk biaya penyusutan kendaraan memiliki nilai penyusutan sebesar Rp17.666.667,- per bulannya untuk seluruh unit kendaraan.

  • Tenaga kerja tidak langsung

Biaya ini meliputi gaji manajer, 2 orang kepala produksi, 1 orang administrasi dan keuangan, 7 orang supir dan 6 orang keamanan dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 25.908.000,- per bulan.

Biaya overhead pabrik yang bersifat variabel pada usaha pembuatan konsentrat sapi perah di UPP meliputi:

  • Bahan tambahan

Bahan tambahan atau bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi konsentrat di UPP adalah karung dan benang sebagai bahan pengemasan produk RC. Pada bulan Maret 2014 UPP menghabiskan dana sebesar Rp 60.993.875,- untuk pembelian karung dan benang.

  • Rekening listrik

Biaya pemakaian listrik dihitung berdasarkan jumlah kwh yang dipakai selama kegiatan produksi. Biaya ini dikeluarkan secara rutin setiap bulan sebesar Rp12.000.000,-.

Berdasarkan hasil uraian biaya-biaya overhead pabrik di atas, maka diperoleh total nilai biaya overhead pabrik tetap sebesar Rp 68.594.667,- per bulan dan total nilai biaya overhead pabrik variabel sebesar Rp 72.993.875,- per bulan.

4) Perhitungan Harga Pokok Produksi

Perhitungan harga pokok produksi dapat dilakukan dengan beberapa metode salah satunya metode full-costing. Sesuai dengan pernyataan Mulyadi (2009), metode ini memperhitungkan semua unsur biaya produksi yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang sesuai dengan biaya-biaya yang terjadi di UPP (yang bersifat variabel maupun tetap).

Produk konsentrat yang dihasilkan UPP pada periode produksi Maret 2014 berupa RC jenis Regular. Jumlah produksi yang dihasilkan sebanyak 1.599.000 kilogram. UPP tidak memproduksi RC jenis lain pada periode produksi tersebut. Berdasarkan uraian biaya-biaya yang terjadi dalam pembuatan RC Regular selama satu periode produksi, maka perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode full-costing dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Uraian Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Metode Full-Costing

Total biaya (Rp)

No.                         UraianJumlah produksi
(1.599.000 kg)
Produksi
per kg
1.             Biaya bahan baku3.639.077.8002.276
2.             Biaya tenaga kerja langsung41.045.50026
3.             Biaya overhead pabrik tetap68.594.66743
4.             Biaya overhead pabrik variabel72.993.87546
Harga Pokok Produksi3.821.711.8422.390
(3) Strategi Penetapan Harga Jual

Harga jual yang ditetapkan UPP KPBS untuk produk RC Regular adalah Rp 2.200,-per kilogram. Berdasarkan hasil dari seluruh perhitungan harga pokok produksi dengan metode full-costing diperoleh nilai harga pokok produksi sebesar Rp 2.390,- per kilogram, ini berarti nilai harga jual lebih kecil dari pada nilai harga pokok produksi yang ada dengan selisih Rp 190,- per kilogram. Dengan kata lain, UPP mengalami kerugian sebesar Rp 190,-per kilogram karena nilai harga jual lebih kecil dari harga pokok produksi. Meskipun demikian, UPP tidak dapat merubah harga jual yang sudah ada karena harga jual produk konsentrat merupakan ketetapan yang sudah ditetapkan oleh koperasi dalam periode tertentu, sehingga dalam menjual hasil konsentrat tidak ditentukan oleh besarnya keuntungan yang diinginkan.

Penetapan harga jual dilakukan pada waktu diadakannya Rapat Anggota Tahunan (RAT). Kegiatan RAT banyak membahas tentang masalah yang terjadi dari kedua belah pihak, salah satunya tentang harga jual konsentrat. Pada saat RAT dilaksanakan, pengurus mensosialisasikan permasalahan yang berkaitan dengan harga jual konsentrat. Hasil dari RAT tahun 2013 memutuskan bahwa untuk menanggulangi permasalahan yang ada berkaitan dengan harga jual konsentrat, pihak koperasi memberikan bantuan berupa subsidi sebesar Rp300,- untuk setiap kilogram RC Regular. Subsidi tersebut berupa subsidi silang dari Sisa Hasil Usaha (SHU) unit usaha KPBS lainnya.

Permasalahan yang umum terjadi dan sangat berpengaruh terhadap harga jual konsentrat adalah harga bahan baku yang tidak tetap (fluktuatif) karena harga bahan baku mengambil bagian yang besar dalam penetapan harga pokok produksi. Jika diperoleh harga bahan baku yang cukup tinggi pada periode tertentu maka hal tersebut akan berakibat adanya kenaikan harga jual konsentrat. Apabila harga jual konsentrat seharusnya naik, maka hal ini berakibat terhadap nilai subsidi. Nilai subsidi juga berfluktuasi karena mengikuti harga pokok produksi yang terjadi. Jika pada suatu periode tertentu nilai kerugian dibawah Rp 300,- per kilogram maka pihak koperasi mendapat kelonggaran untuk memberikan subsidi sehingga nilai sisa hasil usaha koperasi menjadi lebih besar, tetapi jika nilai kerugian diatas Rp300,-per kilogram maka pihak koperasi harus memperbesar nilai subsidi dan hal tersebut dapat mengurangi nilai sisa hasil usaha koperasi dan apabila hal ini terjadi secara terus menerus maka ada kemungkinan salah satu unit usaha KPBS yaitu UPP tidak akan bertahan lama. Oleh karena itu koperasi harus bijak dalam mengambil keputusan agar kelangsungan usaha UPP dapat bertahan dan berjalan dengan baik.

  1. Ransum Cirebon Premium

RC Premium merupakan produk konsentrat yang dihasilkan UPP selain konsentrat utama (RC Regular). Perencanaan produksi untuk RC Premium masih sangat sedikit dibandingkan dengan RC Regular, karena konsumen yang menggunakan produk ini masih sangat sedikit jumlahnya dan bersifat tidak tetap. Pada periode produksi Maret 2014 UPP tidak memproduksi RC Premium karena tidak ada permintaan dari konsumen akan produk tersebut. RC Premium memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan RC Regular yaitu sebesar 17-18%. Proses produksi dan bahan baku yang digunakan untuk memproduksi RC Premium secara keseluruhan hampir sama dengan bahan baku untuk memproduksi RC Regular. Namun ada perbedaan yang terletak pada penambahan jenis bahan baku lain dan jumlah produk per kemasan. Bahan baku lain yang digunakan yaitu bungkil kedelai, DDGS (Dried Distillers Grain with Soluble), dan urea dengan pengemasan produk jadi sebanyak 50 kilogram per karung.

KESIMPULAN DAN SARAN

  1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

  1. Harga pokok produksi konsentrat utama (RC Regular) yang dihasilkan UPP KPBS sebesar Rp 2.390,- per kilogram.
  2. Strategi penetapan harga jual konsentrat didasarkan pada kesepakatan hasil Rapat Anggota Tahunan (RAT) meskipun biaya pokok lebih tinggi dari harga jual, sehingga secara tidak langsung KPBS memberikan subsidi bagi anggota yang membeli pakan tersebut.
  3. Saran
  4. Untuk menghindari nilai subsidi yang semakin besar, pihak KPBS harus mampu mensosialisasikan permasalahan harga konsentrat kepada peternak dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan yang mendalam terkait masalah yang dihadapi, agar kedua belah pihak saling diuntungkan satu sama lain.
  5. Pihak manajemen UPP dan pihak KPBS sebaiknya menentukan strategi penetapan harga jual konsentrat dengan memperhitungkan biaya produksi, biaya non produksi, dan keuntungan yang hendak diperoleh agar dapat menghilangkan subsidi yang diberikan KPBS sehingga UPP mampu berdiri sendiri.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Dadi Suryadi, MS., selaku dosen pembimbing utama, dan Anita Fitriani, S.Pt., M.Sc., selaku dosen pembimbing anggota yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membimbing serta selalu memberikan motivasi dan memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini, serta kepada para dosen pembahas Ir. Sondi Kuswaryan, MS., Dr. Ir. Rd. Hery Supratman, MS., dan Syahirul Alim, S.Pt., M.Si., yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh Civitas Akademika Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah membekali ilmu pengetahuan selama penulis mengikuti pendidikan di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Serta kepada semua pihak yang telah membantu dan mendoakan penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, R. C. and Bicklen, S. K. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Allyn and Bacon, Inc. Massachussets.

Boone, L. E. dan D. L. Kurtz. 2002. Pengantar Bisnis. Jilid 2. Diterjemahkan oleh Fadrinsyah Anwar, Emil Salim, Kusnedi. Erlangga. Jakarta. 67-78.

Koperasi Peternakan Bandung Selatan. 2013. Laporan Tahunan, Tahun Buku 2013 ke-45. KPBS Pangalengan. Bandung. 6.

Mardiasmo. 1994. Akuntansi Biaya, Penentuan Harga Pokok Produksi. Edisi Pertama. Andi Offset. Yogyakarta. 9; 11; 54-57; 71-72.

Mulyadi. 2009. Akuntansi Biaya. Edisi kelima. Cetakan sembilan. Badan Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Yogyakarta. 122-123; 275; 320-321.

Siregar, S. B. 1994. Ransum Ternak Ruminansia. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. 40; 70. Sugiyono. 2001. Statistika untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. 61.